Sementara itu, Febby Mutiara berpendapat, salah satu masalah terbesar dalam sistem peradilan pidana Indonesia adalah fenomena bolak-baliknya berkas perkara antara penyidik dan jaksa. Proses ini sering kali menghambat efisiensi peradilan dan memperpanjang waktu penyelesaian perkara.
"Di beberapa negara, jaksa tidak hanya sekadar menerima berkas perkara dari penyidik, tetapi juga berhak memberikan arahan penyidikan kepada polisi. Hal ini memungkinkan kasus dapat ditangani lebih cepat tanpa perlu berkali-kali mengembalikan berkas karena tidak lengkap," tuturnya.
Ia menambahkan, bahwa KUHP Nasional (UU No. 1 Tahun 2023) semakin memperkuat peran jaksa dalam pengawasan proses peradilan. Pasal 132 KUHP Nasional secara eksplisit menyebutkan bahwa penuntutan merupakan bagian dari proses peradilan yang dimulai sejak tahap penyidikan, menandakan bahwa jaksa memiliki peran aktif dalam memastikan kelengkapan suatu perkara sebelum diajukan ke pengadilan.
Dalam diskusi panel ini, para akademisi juga membahas bagaimana peran jaksa sebagai pengendali perkara diterapkan di berbagai negara. Perancis misalnya, jaksa memiliki otoritas dalam mengawasi penyidikan dan dapat memberikan arahan kepada polisi. Dalam perkara kompleks, penyidikan dilakukan oleh judge d’instruction, seorang hakim investigatif yang bertanggung jawab atas penyelidikan perkara serius. Sementara itu, di Belanda, jaksa bertindak sebagai penyidik senior yang memastikan penyidikan dilakukan sesuai prosedur dan memiliki dasar hukum yang kuat sebelum dilimpahkan ke pengadilan.
Sedangkan, negara seperti Amerika Serikat memiliki sistem yang berbeda di mana koordinasi antara jaksa dan penyidik dilakukan secara horizontal, di mana jaksa terlibat sejak awal dalam pengumpulan bukti guna memastikan kasus yang dibawa ke pengadilan memiliki dasar hukum yang kuat. Sementara di Jerman, jaksa bekerja di bawah sistem inquisitorial, di mana mereka memiliki peran dominan dalam menentukan arah penyidikan. Model seperti ini bisa menjadi referensi bagi sistem hukum Indonesia dalam memperbaiki mekanisme supervisi antara jaksa dan penyidik.