JAKARTA - Eks Komisioner KPU, Wahyu Setiawan mengaku mendapat tawaran uang untuk memuluskan langkah Harun Masiku menjadi anggota dewan. Namun, ia sudah menjelaskan, bahwa keinginan tersebut mustahil dilakukan.
Hal itu ia sampaikan saat menjadi saksi dalam kasus dugaan suap dan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI dan perintangan pendidikannya dengan terdakwa Hasto Kristiyanto, Kamis (17/4/2025).
Awalnya, Jaksa mencecar Wahyu soal usahanya agar komisioner KPU lainnya mau melaksanakan fatwa MA terkait pergantian caleg yang meninggal dunia. Di mana, PDIP bersikeras untuk menjadikan Harun sebagai caleg yang lolos dari dapil Sumsel 1 meski perolehan suaranya lebih rendah dari calon lainnya.
"Ada maksud ya, karena saudara di Komisioner KPU juga membantu meyakinkan masing-masing komisioner agar mau melaksanakannya putusan tersebut?," tanya Jaksa di ruang sidang Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Tidak, dalam dokumen-dokumen resmi kami bertujuh bulat tidak menerima permohonan tersebut, dan itu menurut hemat saya juga bisa dikonfirmasi oleh anggota KPU RI yang lain," jawab Wahyu.
"Kemudian, terkait dengan upaya itu tadi ada komunikasi antara saudara, Tio, Saiful, dan Donny, apakah ada terkait uang yang disiapkan utnuk memuluskan pengurusan tersebut?," tanya Jaksa lagi.
"Ada," timpal Wahyu.
"Siapa yang menyampaikan?," lanjut Jaksa bertanya.
"Ibu Tio," jawab Wahyu.
Jaksa kemudian menggali siapa yang berinisiatif tentang adanya dana untuk memuluskan Harun menjadi anggota DPR. Wahyu mengaku, dirinya tidak meminta tapi mendapat tawaran dari Agustiani Tio Fridelina yang merupakan eks anggota Bawaslu.
"Bagaimana penyampaian Tio kepada saudara?," tanya Jaksa.
"Setahu saya, seingat saya, Bu Tio menyampaikan ada dana operasional untuk itu," jawab Wahyu.
"Berapa yang disampaikan?," tanya Jaksa lagi.
"Saya lupa persisnya Pak, karena saya hanya menerima Rp150-an (juta)," jawab Wahyu.
"Apakah Rp750 juta?," tanya Jaksa memastikan.
"Saya tidak tahu persis tentang itu, yang saya tahu persis adalah saya menerima Rp150 (juta), Pak," papar Wahyu.
Mendengar jawaban itu, Jaksa kemudian menampilkan bukti chat yang sudah termuat dalam BAP. Isi chat tersebut merupakan percakapan Wahyu dengan Tio melalui aplikasi pesan singkat.
"Nah baik, ini ditanyakan yang atas ini, Tio yang biru, ini sdr. 'mas, ops (operasional)-nya, 750, cukup mas?', betul itu ya?," tanya Jaksa.
"Betul," timpal Wahyu.
"Maksudnya tadi Rp750 juta ya?," tanya Jaksa.
"Iya mestinya begitu, pak," jawab Wahyu.
Kemudian, Jaksa menggali perihal pesan Wahyu yang menyebutkan 1.000 atau Rp1 miliar terkait kebutuhan operasional untuk menjadikan Harun sebagai anggota DPR. Namun, Wahyu menyatakan ia menyebutkan jumlah tersebut sekadar iseng.
"Kemudian di situ saudara merespon 1.000, maksudnya apa 1.000?," tanya Jaksa.
"Pak PU apakah saya bisa menjelaskan tentang latar belakang ini? saya iseng saja menulis 1.000 mas. karena sebelumnya saya sudah berdiskusi dengan Bu Tio bahwa itu nggak mungkin bisa dilaksanakan," papar Wahyu.
Wahyu mengaku, perihal upaya menjadikan Harun duduk di Senayan, sudah disampaikan ke Tio merupakan hal yang mustahil.
"Sebelumnya saya sebelum WA ini saya sudah menyampaikan pada Bu Tio bahwa permohonan atau permintaan itu tidak mungkin dapat dilaksanakan," sebut Wahyu.
Terkait percakapan itu, Wahyu mengaku tidak pernah tercapai kata sepakat.
"Dari transaksi ini, setelah 750, 1 miliar 1.000 ya, 900, dealnya berapa untuk pengurusan itu? yang disepakati akhirnya berapa?," tanya Jaksa.
"Tidak ada deal. karena setelah ngopi saya di situ menjelaskan bahwa ini tidak mungkin dapat dilaksanakan," jawab Wahyu.
(Awaludin)