Ketiga, ia menilai, perintah PSU dengan tetap menggunakan daftar pemilih tetap yang lama, berpotensi melanggar hak konstitusional pemilih. "Seharusnya daftar pemilih dimutakhirkan kembali karena bisa saja ada yang meninggal dunia, ada warga negara yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih, terdapa penduduk baru dan yang berpindah, dan sebagainya," pungkas Irawan.
Sebelumnya, MK mendiskualifikasi seluruh pasangan calon (paslon) Pilkada Barito Utara 2024. Putusan ini dilatarbelakangi temuan praktik politik uang.
Dua peserta Pilkada Barito Utara yang didiskualifikasi yakni paslon nomor urut 1 Gogo Purman Jaya-Hendro Nakalelo dan paslon nomor urut 2 Akhmad Gunadi Nadalsyah-Sastra Jaya.
"Menyatakan diskualifikasi pasangan calon bupati dan wakil bupati nomor urut 1 dan pasangan calon bupati dan wakil bupati nomor urut 2 dari kepesertaan dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Barito Utara Tahun 2024," ujar Ketua MK Suhartoyo dalam saat membacakan putusan, Rabu (14/5/2025).
Dalam pertimbangannya, hakim konstitusi Guntur Hamzah mengatakan MK menemukan bukti politik uang yang dilakukan kedua peserta pilkada dalam pelaksanaan PSU.
“Berdasarkan rangkaian bukti dan fakta hukum persidangan, Mahkamah menemukan fakta adanya pembelian suara pemilih untuk memenangkan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Nomor Urut 2 dengan nilai sampai dengan Rp16.000.000 untuk satu pemilih. Bahkan, Saksi Santi Parida Dewi menerangkan telah menerima total uang Rp64.000.000 untuk satu keluarga,” kata dia.
Sementara, paslon nomor urut 1 mengeluarkan uang Rp6,5 juta untuk satu pemilih serta menjanjikan pemilik diberangkatkan umrah apabila menang. Hal tersebut terungkap dalam persidangan bedasarkan keterangan Saksi Edy Rakhman yang total menerima uang sebanyak Rp19,5 juta untuk satu keluarga.
"Terhadap fakta hukum demikian, menurut Mahkamah, praktik money politics yang terjadi dalam penyelenggaraan PSU di TPS 01 Kelurahan Melayu, Kecamatan Teweh Tengah dan TPS 04 Desa Malawaken, Kecamatan Teweh Baru," ucap Guntur.
(Khafid Mardiyansyah)