JAKARTA - Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri), Bima Arya Sugiarto angkat bicara ihwal mantan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla, yang menyinggung dokumen Helsinki di tengah polemik 4 Pulau Aceh, yang kini beralih status kepemilikannya kepada Sumatera Utara (Sumut).
“Kami sangat melihat apa yang disampaikan Pak Jusuf Kalla itu penting untuk menjadi rujukan, karena mengacu kepada dokumen Helsinki dan Undang-Undang 1956,” kata Bima Arya dalam konferensi persnya di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (16/6/2025).
Kendati demikian, Bima menyampaikan, dibutuhkan juga dokumen terkait lainnya dalam mengatasi permasalahan ini. Ia menegaskan bahwa Kemendagri akan mendalami dan mempelajari masing-masing substansi dari dokumen-dokumen tersebut.
"Perlu kita dalami dan kita pelajari masing-masing substansi, ke arah mana petunjuk untuk kepemilikan yang lebih permanen,” ujarnya.
JK mengatakan, tapal batas wilayah Aceh dan Sumut telah diatur dalam UU Nomor 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Provinsi Sumatera Utara. Ia pun menegaskan bahwa ketentuan UU tak bisa dibatalkan Kepmendagri.
"Jadi, kemarin juga saya berdiskusi dengan Pak Menteri Mendagri, Pak Tito, mengenai hal ini. Wah, tentu karena ini dirikan dengan undang-undang, tidak mungkin, itu tentu tidak bisa dibatalkan atau dipindahkan dengan Kepmen, karena undang-undang lebih tinggi daripada Kepmen," ujar JK saat jumpa pers di kediamannya, Jalan Brawijaya, Jakarta Selatan, Jumat (13/6/2025).
JK menjelaskan, tapal batas wilayah Aceh telah diatur dalam Pasal 114 ayat 1 titik 4 UU Pembentukan Daerah Otonom Provinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara. Dalam klausul itu, kata dia, batas wilayah Aceh merujuk pada MoU Helsinki yang diteken pada 15 Agustus 2005.
(Awaludin)