3. Pantangan menggelar pesta atau hajatan
Masyarakat Jawa secara turun-temurun menghindari mengadakan hajatan atau pesta, terutama pernikahan dan sunatan, pada malam maupun sepanjang bulan Suro. Kepercayaan ini berasal dari ajaran Sultan Agung yang menganjurkan masyarakat untuk menyepi dan berdoa pada malam sakral 1 Suro, bukan bersenang-senang.
Bulan Suro dipandang sebagai waktu yang membawa nuansa duka dan perenungan, sehingga menggelar pesta dianggap tidak bijak. Diyakini bahwa mengadakan hajatan pada waktu ini bisa mendatangkan malapetaka, seperti perceraian, kematian, atau hilangnya rezeki. Karena itu, banyak keluarga memilih menunda acara penting hingga bulan berikutnya demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
4. Dilarang pindah atau membangun rumah
Masyarakat Jawa umumnya menghindari melakukan aktivitas besar seperti pindah rumah atau memulai pembangunan selama malam satu Suro dan sepanjang bulan berikutnya. Kepercayaan yang diwariskan secara turun-temurun menyebutkan bahwa tindakan tersebut dapat mengundang energi negatif yang berdampak pada keselamatan penghuni.
Selain itu, diyakini bahwa pembangunan rumah pada masa ini berpotensi memicu gangguan dari makhluk halus. Oleh karena itu, banyak orang memilih menunda rencana besar sampai waktu yang dianggap lebih bersih dan aman secara spiritual.