Kelompok-kelompok kemanusiaan dan hak asasi manusia telah menuntut penutupan segera GHF.
"Memaksa dua juta orang ke zona militer yang penuh sesak di mana mereka menghadapi tembakan senjata api dan korban massal setiap hari".
Amnesty International telah menggambarkan operasi kelompok itu sebagai "skema militer yang tidak manusiawi dan mematikan".
"Semua bukti yang dikumpulkan, termasuk kesaksian yang diterima Amnesty International dari para korban dan saksi, menunjukkan GHF dirancang untuk meredakan kekhawatiran internasional sambil menjadi alat lain genosida Israel," kata Amnesty.
Namun, menghadapi kekurangan makanan, air, dan pasokan kemanusiaan lainnya di bawah blokade Israel, banyak warga Palestina di Gaza mengatakan mereka tidak punya pilihan. Mereka terpaksa mencari bantuan dari kelompok tersebut, meskipun ada risikonya.
“Saya terpaksa pergi ke pusat distribusi bantuan hanya karena anak-anak saya tidak makan selama tiga hari berturut-turut,” kata Majid Abu Laban, seorang pria Palestina yang terluka dalam serangan di lokasi GHF, kepada Al Jazeera.
“Kami mencoba menipu anak-anak kami dengan segala cara, tetapi mereka kelaparan,” kata Abu Laban.
“Jadi saya memutuskan mempertaruhkan nyawa saya dan menuju [titik distribusi bantuan] di Netzarim,” katanya, mengacu pada koridor yang didirikan militer Israel di selatan Kota Gaza.
“Saya menempuh jalan pada tengah malam dengan harapan mendapatkan makanan. Saat kerumunan orang menyerbu masuk, pasukan Israel menembakkan peluru artileri ke arah kami. Dalam kekacauan itu, semua orang hanya berusaha bertahan hidup.”
(Erha Aprili Ramadhoni)