Sebagian besar korban merupakan masyarakat adat yang memperjuangkan hak atas tanah serta jurnalis yang menjadi sasaran akibat pekerjaan mereka. Rinciannya antara lain: 36 masyarakat adat, 31 jurnalis, 8 tokoh masyarakat, 7 nelayan, 6 aktivis mahasiswa, 4 aktivis HAM, 3 aktivis lingkungan, 2 akademisi, 2 petani, 1 aktivis antikorupsi, 1 aktivis buruh, 1 advokat, 1 guru, dan 1 whistleblower (pengungkap rahasia).
Serangan juga menyasar lembaga, seperti Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), yang mengalami teror dari orang tak dikenal usai mengkritik pembahasan revisi UU TNI di Hotel Fairmont, Jakarta.
Menanggapi catatan tersebut, Willy menyebut DPR memberikan perhatian serius. Ia menekankan bahwa sistem hukum dan regulasi yang sudah ada harus terus ditegakkan untuk melindungi hak seluruh warga negara, termasuk para pembela HAM.
“RUU Pelindungan Pembela HAM perlu dilihat dari maksud terdalamnya, yakni memberi kepastian hukum dan perlindungan bagi semua warga negara dalam membela hak-haknya,” ujarnya.