JAKARTA – Pertemuan puncak antara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin di Alaska pada Jumat (15/8/2025) belum menghasilkan kesepakatan mengenai gencatan senjata atau diakhirinya konflik di Ukraina. Meski begitu, kedua pemimpin mengatakan bahwa pembicaraan itu telah menghasilkan kemajuan yang baik.
“Kami telah membuat beberapa kemajuan,” kata Trump usai pertemuan tersebut, seraya menambahkan bahwa “tidak ada kesepakatan sampai ada kesepakatan.” Dia juga menyarankan akan ada pertemuan lanjutan antara Putin dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky untuk mencapai kesepakatan mengakhiri perang.
Trump mengatakan perannya adalah sebagai pendorong upaya mengakhiri perang. Dia menyatakan akan membiarkan Ukraina memutuskan kemungkinan konsesi teritorial apa pun dan bahwa Zelensky-lah yang harus membuat kesepakatan.
"Saya di sini bukan untuk bernegosiasi demi Ukraina, saya di sini untuk mempertemukan mereka," ujarnya, sebagaimana dilansir Reuters.
Ditanya tentang sarannya untuk Zelensky terkait potensi pertemuan dengan Putin, Trump mengatakan: “(Zelensky) harus membuat kesepakatan. Ya. Begini, Rusia adalah kekuatan yang sangat besar, dan mereka tidak…”
Zelensky tidak diundang ke pertemuan puncak Trump-Putin pada Jumat. Ia bertemu dengan para pemimpin Eropa beberapa hari sebelum pertemuan tersebut dan mengadakan pertemuan virtual dengan Trump pada Rabu (13/8/2025). Dalam pertemuan itu, ia memperingatkan Trump bahwa Putin "menggertak" soal keinginan berdamai sebagai cara untuk mendapatkan konsesi teritorial.
Putin tidak menyebutkan adanya pertemuan dengan Zelensky saat berbicara kepada wartawan sebelumnya. Ia mengatakan berharap Ukraina dan sekutunya di Eropa menerima hasil negosiasi AS-Rusia secara konstruktif dan tidak berusaha “mengganggu kemajuan yang telah dicapai.”
Ia juga kembali menegaskan posisi Moskow bahwa apa yang disebut Rusia sebagai “akar penyebab” konflik harus diatasi untuk mencapai perdamaian jangka panjang, menandakan dirinya tetap menolak gencatan senjata.
Konflik di Ukraina pecah saat Rusia melancarkan serangan ke Ukraina pada Februari 2022. Putin mengatakan aksi militer itu diluncurkan untuk melindungi warga di wilayah Donbas yang mayoritas penutur bahasa Rusia, melakukan demiliterisasi Ukraina, dan denazifikasi Ukraina, yakni menghilangkan apa yang diklaim Rusia sebagai unsur atau pengaruh neo-Nazi di pemerintahan dan militer Ukraina.
Kyiv dan sekutu Baratnya mengatakan Rusia berusaha mencaplok lebih banyak wilayah Ukraina demi tujuan imperialismenya.
(Rahman Asmardika)