JAKARTA – Topan Kalmaegi telah menewaskan setidaknya 188 orang di Filipina dan lima orang di Vietnam, menurut data terbaru dari kedua negara pada Jumat (7/11/2025). Badai tersebut kini bergerak ke arah barat menuju Kamboja dan Laos setelah menerjang Vietnam tengah pada Kamis, (6/11/2025) dengan kecepatan angin hingga 149 km/jam.
Kota-kota di sepanjang pantai tengah Vietnam dipenuhi puing-puing pagi ini setelah terdampak badai semalaman.
Angin kencang menumbangkan pepohonan, merobohkan atap, dan memecahkan jendela-jendela besar. Ribuan orang mengungsi di sekolah dan gedung-gedung publik lainnya, sementara tentara dikerahkan untuk membantu menangani kerusakan.
Pihak berwenang Vietnam telah memperingatkan kemungkinan banjir di daerah dataran rendah. Vietnam Tengah telah mengalami rekor curah hujan dalam seminggu terakhir yang menewaskan 50 orang.
Awal pekan ini, Topan Kalmaegi menghancurkan sebagian wilayah Filipina ketika hujan deras mengirimkan luapan lumpur menuruni lereng bukit dan masuk ke permukiman. Beberapa permukiman miskin terendam banjir bandang yang bergerak cepat.
Pemerintah Filipina telah mengumumkan status bencana di seluruh negeri sebagai persiapan menghadapi topan lain yang sedang terbentuk di Samudra Pasifik. Jumlah korban yang dilaporkan pada Jumat mencapai 188 orang, melonjak dari 114 orang yang dilaporkan sehari sebelumnya.
Menjelang Topan Kalmaegi, militer Vietnam pada Kamis mengerahkan lebih dari 260.000 tentara dan personel untuk upaya bantuan, bersama dengan lebih dari 6.700 kendaraan dan enam pesawat.
Beberapa bandara dan jalan tol di negara itu ditutup, dan ratusan ribu orang dievakuasi.
Tak lama setelah topan tersebut mendarat pukul 19.29 waktu setempat, ratusan warga di Provinsi Dak Lak meminta bantuan, lapor media lokal. Provinsi Dak Lak terletak sekitar 350 km di timur laut Kota Ho Chi Minh.
Banyak orang mengatakan rumah mereka runtuh atau terendam banjir, sementara angin kencang dan hujan deras terus mengguyur wilayah tersebut.
Menurut laporan media lokal, Perdana Menteri Vietnam Pham Minh Chinh mengadakan rapat daring untuk mengarahkan tanggap darurat. Dalam rapat tersebut, Perdana Menteri menegaskan agar bantuan harus dapat menjangkau daerah-daerah terpencil dan memastikan masyarakat memiliki makanan, air minum, dan pasokan penting.
Sebelum menerjang Vietnam, topan yang dikenal masyarakat setempat sebagai Tino ini meninggalkan jejak kehancuran di Filipina.
Setidaknya 188 orang tewas dan puluhan ribu orang dievakuasi, terutama dari daerah-daerah pusat, termasuk pulau yang padat penduduk dan pusat wisata Cebu, tempat mobil-mobil tersapu di jalanan.
Kalmaegi menumpahkan curah hujan yang setara dengan curah hujan satu bulan di pulau itu hanya dalam 24 jam, mengirimkan semburan lumpur dan puing-puing menuruni lereng gunung dan masuk ke wilayah perkotaan.
Para korban selamat yang terkejut dan berhasil mencapai dataran tinggi menyaksikan bus-bus dan kontainer pengiriman terombang-ambing oleh derasnya banjir.
Badai telah menyapu bersih seluruh permukiman di distrik-distrik miskin, dengan bahan bangunan yang lebih rapuh.
Warga kini telah memulai tugas berat membersihkan lapisan lumpur tebal, dan memilah-milah puing-puing untuk mencari barang-barang yang masih bisa digunakan.
Kamis pagi, Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. mengumumkan keadaan darurat, yang ambang batasnya mencakup korban jiwa massal, kerusakan properti yang parah, dan gangguan terhadap mata pencaharian serta cara hidup normal masyarakat di daerah terdampak.
(Rahman Asmardika)