“Lahan ini belum dimanfaatkan maksimal. Gorontalo menunjukkan bahwa dengan tata kelola yang benar, biomassa bisa menjadi pilar energi hijau nasional sekaligus menepis isu deforestasi Gorontalo,” ujar Milton.
Di sisi perdagangan, nilai ekspor wood pellet Indonesia pada 2024 tercatat 40,3 juta Dolar AS, melonjak dari 14,74 juta Dolar AS pada 2023. Negara-negara seperti Jepang, Korea, dan Uni Eropa menjadi pasar utama karena secara tegas menuntut produk yang terbukti legal, lestari, dan bebas deforestasi.
“Produk wood pellet kita sudah diakui sebagai bagian dari due diligence compliance mereka. Tanpa SVLK, kita tidak akan bisa bersaing di pasar global,” tutur Erwan.
Model pengelolaan hutan berkelanjutan di Gorontalo dan kawasan lain memberikan dampak ekonomi yang signifikan bagi negara, membuktikan bahwa kelestarian dan ekonomi dapat berjalan beriringan. Berikut dampak ekonomi dari industri wood pellet:
Peningkatan ekspor diperkirakan memberikan Devisa negara sekitar Rp1 triliun dalam periode 2024-2025.
Keberhasilan ini mendorong investasi pabrik pelet baru di berbagai wilayah, termasuk Jawa Timur, Kalimantan Timur, dan secara khusus di Gorontalo.
Industri ini menciptakan lebih dari 7.000 lapangan kerja langsung dan tidak langsung (estimasi APREBI tahun 2025), memberikan multiplier effect ekonomi yang kuat.