DI ZAMAN yang serba kompleks, kehadiran Asisten Rumah Tangga (ART) untuk mendukung tugas-tugas di rumah semakin penting. ART saat ini bukan sekadar kebutuhan tapi (di beberapa keluarga) sudah menjadi prioritas, terutama bagi pasangan muda yang sama-sama bekerja dan telah memiliki buah hati.
Minimnya lapangan kerja dan situasi ekonomi yang sedang lesu pun membuat pekerjaan di sektor informal seperti ART menjadi pilihan. Terutama bagi mereka yang minim keterampilan, atau latar belakang pendidikan yang kurang mumpuni.
Data DPD Asosiasi Penyalur Pekerja Rumah Tangga Seluruh Indonesia (APPSI) DKI Jakarta menyebutkan meski ada penurunan permintaan ART dan baby sitter sebesar 30 persen, namun tidak bisa dikesampingkan, adanya fenomena masyarakat, yang justru beralih profesi menjadi ART menyikapi rendahnya penghasilan atau akibat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) seperti dari buruh pabrik menjadi ART.
Fakta tersebut, setidaknya menguatkan adanya peluang dan relasi kebutuhan yang erat (supply and demand) antara pemberi kerja dengan ART, dan menjadi hubungan yang saling menguntungkan. Meski pada praktiknya hubungan ini bisa saja berubah di tengah jalan, tercederai akibat adanya wanprestasi yang berujung pada ketidakharmonisan antara pihak satu dengan pihak lainnya yang disebabkan banyak faktor.
1. Bersikap Wajar
Meski berposisi sebagai pemberi kerja, bersikap wajar kepada ART adalah hal yang perlu untuk dilakukan. Bergantung penuh pada ART bahkan sampai takut kehilangan justru potensial memunculkan dekadensi moral dari ART di kemudian hari. Meski banyak tugas rumah yang "diambil alih" ART, namun sebagai pemberi kerja sikap bergantung yang berlebihan tidak lah tepat. Sudah sepantasnya menjaga sikap secukupnya, menjaga agar ART tetap segan.
2. Bersepakat Sejak Awal
Salah satu yang perlu dipastikan juga sejak awal antara pemberi kerja dengan ART yakni soal hak dan kewajiban. Keduanya patut diucapkan dan disepakati sejak dini bahkan harus dijelaskan, kalau perlu sampai didetailkan. Banyak kesalahpahaman yang akan terjadi ke depan apabila hal ini alpa dilakukan. Semisal sang majikan memberi sedikit tugas tambahan, maka ART tidak lagi merasa itu sebagai tugas yang semakin memberatkan, karena sebelumnya ada kesepakatan hak dan kewajiban yang dilakukan di awal bekerja.
Masih terkait hal ini, juga perlu digarisbawahi bahwa menegur, memberikan pemahaman, koreksi atas kerja ART bukanlah bentuk campur tangan pekerjaan. Tetapi lebih pada memastikan, mengonfirmasi apakah ART tersebut paham. Dan kalau pun sudah berbuat kesalahan maka sikap majikan di atas adalah upaya agar kekeliruan yang terjadi tidak terulang dan ART bisa berjanji berhati-hati.
Berkaca pada pengalaman diasuh ART di rumah semasa kecil, orangtua memperlakukan ART dengan baik, terbuka, sewajarnya dengan gaya berbicara apa adanya. Dan pada akhirnya ART yang bekerja di rumah pun mengabdi cukup lama.
3. Mengakhiri Kerja Sama Bukan Kejahatan
Dalam suatu ekosistem, dikenal istilah simbiosis mutualisme mengacu pada hubungan saling menguntungkan antara spesies satu dengan lainnya. Dikaitkan dengan tulisan ini, maka relasi antara pemberi kerja dengan ART bisa disamakan dengan simbiosis mutualisme yang tercipta secara alami, sejalan dengan kebutuhan masing-masing pihak.
Hubungan ini bisa berlangsung lama atau sebentar bergantung pada kebutuhan masing-masing pihak. Pemberi kerja bisa saja mengakhiri kerja sama dengan ART apabila pekerjaan di rumah dianggap bisa terlesaikan secara mandiri (tanpa bantuan lagi ART). Atau ART bisa saja mengakhiri hubungan kerja dengan alasan tertentu, seperti keluarga atau alasan pribadi seperti melanjutkan pendidikan hingga menikah.
Oleh karena itu, suatu hal wajar mengakhiri kerja sama baik yang datang dari pemberi kerja atau ART itu sendiri. Hentikan stigma yang menganggap ART berhenti, dikarenakan majikan jahat, atau ART melakukan kejahatan. Memang dalam kasus tertentu dua hal itu bisa saja terjadi, namun secara normal penghentian kerja sama bisa saja dilakukan.
Pemberi kerja tentu berupaya memberikan suasana nyaman dan aman kepada ART selama bekerja di rumah. Beberapa (bahkan banyak) majikan yang memperlakukan ART selayaknya keluarga atau saudara. Hal ini ditujukan untuk menunjukkan perhatian kepada ART agar semakin betah bekerja.
4. Saling Menghormati
Hadirnya ART yang notabene sebagian besar bukan berasal dari ikatan keluarga tentunya memerlukan proses adaptasi yang tidak singkat bahkan panjang. Untuk itu, diperlukan sikap memahami dan menghormati di antara pemberi kerja dengan ART yang dipekerjakan.
ART memerlukan pemahaman keseluruhan tata kerja di rumah secara baik. Ada ART yang cepat, diberikan pemahaman, namun ada pula yang perlu diberitahukan secara berulang-ulang. Hal ini dimaklumi sebab ART yang masuk pekerja sektor non formal lebih banyak diisi oleh mereka yang mengeyam pendidikan rendah.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengeluarkan data menggambarkan masih tingginya pekerja di Indonesia yang berlatar pendidikan rendah/Sekolah Dasar (SD) sebesar 50,92 juta orang (34,75 persen) dari total masyarakat yang bekerja sebanyak 146,54 juta orang. Hal ini sejalan dengan data BPS yang mengungkap masih tingginya masyarakat yang bekerja di sektor non formal sebesar 57,8 persen dari total masyarakat bekerja.
Catatan Kecil:
ART sebagai bagian dari tim kerja atau mitra kerja integral di rumah berkontribusi signifikan terhadap kenyamanan rumah. Ibarat sebuah lingkup kantor, pemberi kerja atau majikan ada orang yang memiliki staf atau tim kerja yang saling menghargai.
Komunikasi dan kerja sama dibutuhkan mengingat tugas-tugas di rumah cukup kompleks sehingga pengertian, pemahaman yang cukup juga harus diberikan. Jadilah pemberi kerja yang baik, dan ART yang bertanggung jawab.
(Penulis: Reni Rinjani Pratiwi, SH -Mahasiswa Magister Ilmu Komunikasi Universitas Sahid Jakarta)
(Arief Setyadi )