Nasaruddin menegaskan, bahwa karya tafsir yang disusun Kemenag harus menjadi tafsir negara dan tafsir Indonesia. Yaitu, tafsir yang mengintegrasikan antropologi, budaya, dan konteks keindonesiaan.
Oleh karena itu dia berharap Ijtimak Ulama Tafsir dapat melahirkan pandangan yang mencerahkan dan kritik konstruktif, sehingga tafsir yang dihasilkan semakin memantulkan wajah Islam yang penuh kasih.
“Setiap bangsa memiliki culture right dalam memahami Alquran, dan itu diakui dalam tradisi tafsir. Karena itu, kita perlu memasukkan perspektif budaya dan sosiologi dalam penyusunan tafsir,” pungkasnya.
(Fahmi Firdaus )