Menurut Haidar, keputusan tersebut merupakan sinyal politik hukum yang tegas bahwa substansi kebijakan Polri dinilai sah, relevan, dan berada dalam koridor kewenangan institusional. Alih-alih membatalkan, Prabowo justru menaikkan legitimasi pengaturan melalui PP yang secara hierarki memiliki kekuatan hukum lebih tinggi dan daya ikat lintas sektor.
“Pembatalan kebijakan internal Polri akibat tekanan opini publik berpotensi melemahkan otoritas institusional. Presiden tampak memahami bahwa menjaga kehormatan Polri adalah bagian dari menjaga stabilitas negara,” jelasnya.
Ia menambahkan, PP yang disusun akan menjadikan kebijakan yang sebelumnya diatur dalam Perpol sebagai kebijakan pemerintahan yang berada di bawah tanggung jawab Presiden. Dengan demikian, ruang delegitimasi dan polemik yang berkembang selama ini dapat ditekan.
Di sisi lain, langkah Prabowo tersebut dinilai membuat desakan KRP kehilangan pijakan. Narasi pembatalan Perpol dan tuduhan inkonstitusional justru berujung pada penguatan regulasi di level yang lebih tinggi.
“Dalam konteks ini, pendekatan konfrontatif terhadap institusi negara terbukti kontraproduktif,” ucap Haidar.