DEPOK - Seluruh pemimpin di negara manapun harus bersedia dikritik dan diingatkan oleh rakyatnya, jika ia berbuat salah. Apalagi jika sampai disebut berbohong. Tentu harus ada gerakan perlawanan agar pemimpin maupun pemerintah segera memperbaiki diri.
Seperti di era orde baru, sebelum rezim Presiden Soeharto digulingkan. Para tokoh agama pun datang untuk mengingatkan kesalahan, seperti yang saat ini terulang kembali di masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono.
18 kebohongan pemerintah yang dilontarkan ke publik, tepat mengenai sasaran di jantung pemerintahan yakni sang presiden. Presiden pun langsung bereaksi dan merespons ungkapan hati para tokoh agama dengan menggelar dialog di Istana.
Memang, semula rakyat berharap pertemuan tersebut akan membawa perubahan sikap dan kinerja pemerintah ke arah yang lebih baik. Namun, harapan tersebut kembali redup setelah ternyata dialog tersebut tak menghasilkan hasil yang berarti apalagi digelar secara tertutup.
Peneliti Kajian Budaya Universitas Indonesia (UI) Devie Rahmawati menyesalkan sikap pemerintah yang masih tidak terbuka kepada publik. Menurut Devie, setiap negara seharusnya memang harus memiliki sebuah wadah untuk berdialog sebagai arena penyampaian segala pencapaian maupun kritik untuk disampaikan kepada penguasa.
“Dialog ini penting, kalau kemarin luar biasa presiden merespons dengan cepat, namun kalaupun tertutup itu hak beliau, namun saya rasa itu sebuah kemajuan, tetapi akan lebih baik kalau ada dialog yang terbuka tetapi jangan dalam konteks menghakimi. Di banyak negara, dialog antar tokoh dialog antar managemen pemerintahan, misalnya presiden, perdana menteri menggelar debat dunia, dialog tokoh politik dan oposisi, itu diwadahi dengan jelas,” jelasnya saat berbincang dengan okezone, belum lama ini.
Saat ini Devie justru melihat sebuah kegelisahan antar masing-masing pihak, baik pemerintah apalagi rakyat. Pemerintah gelisah karena merasa telah bekerja optimal namun masih saja salah.
“Pemerintah merasa sudah lakukan yang terbaik, tapi kenapa masih banyak orang merasa kurang. Di satu sisi orang merasa pemerintah belum melakukan apa-apa, dalam hal ini publik seharusnya diberi kesempatan belajar politik modern sebenarnya, jadi biarkan masing-masing pihak saling berdialog supaya clear. Berikan argumentasi rasional, bukan argumentasi warung kopi,” tegasnya.
Sebelumnya Presiden SBY pun berpendapat bahwa dialog akan mengurangi kesalahpahaman persepsi. Namun tetap saja, rakyat menanti janji seorang pemimpin. Jika tersinggung dan tak ingin dikatakan berbohong, harusnya pemerintah segera mewujudkan kerja nyata.
(Lusi Catur Mahgriefie)