JAKARTA - Keresahan sejumlah tokoh agama mengawali tahun 2011 bukan tanpa alasan. Mereka menyuarakan keresahan umat. Pamrihnya, tidak lain untuk kepentingan publik.
Oleh karena itu, pertemuan para tokoh agama yang digagas Maarif Institute, itu bermakna profetis. Di antaranya, jauh dari muatan kepentingan politik praktis, kecuali sesuai dengan fungsi kenabian agama-agama menyuarakan apa yang dirasakan umat. Dan, justru dalam konteks fungsi itu, seruan mereka yang sah secara etis dan moral sepantasnya mendapatkan perhatian.
Namun, sejumlah tokoh lintas agama yang mengikuti pertemuan dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku tidak puas dengan isi dan hasil pertemuan tersebut.
Mereka tidak puas karena pertemuan itu terlalu protokoler, normatif, dan tidak menyentuh substansi persoalan. Bahkan pertemuan itu juga terkesan dimanfaatkan Presiden untuk menyampaikan keberatan sekaligus melakukan pembelaan terhadap tudingan kebohongan yang dilontarkan sejumlah tokoh lintas agama.
Pertemuan antara SBY dan tokoh lintas agama berlangsung tertutup. Padahal, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, menghendaki pertemuan tersebut digelar secara terbuka sehingga bisa diketahui publik secara umum.
“Pertemuan tertutup agar lebih leluasa. Kalau dialog berlangsung terbuka, nanti tidak leluasa karena audiensnya juga ada yang di rumah-rumah,” kata staf ahli Presiden SBY, Daniel Sparingga ketika dihubungi okezone di Jakarta, Rabu (19/1/2011).
Kendati demikian, Daniel yang merupakan Staf Ahli Presiden Bidang Komunikasi Politik ini pun berjanji, di lain kesempatan akan digelar pertemuan yang lebih luas dan terbuka.
“Nanti kita akan melumerkan hambatan. Sehingga tidak hanya didengar oleh peserta, namun juga bisa didengar oleh orang di rumah-rumah,” janji Daniel.
Perlu diketahui, kritik atas kebohongan disampaikan sejumlah tokoh lintas agama niscaya disampaikan semata-mata karena rasa memiliki atas masa depan negeri bangsa ini.
Seruan mereka tidak dengan maksud mengajak berevolusi, tetapi menyuarakan nurani etis-moralistis. Mereka pun tidak bermaksud membakar semangat revolusioner, tetapi penyadaran bersama tentang gawatnya keadaan. Suara kenabian mengajak laku otokritik, bersama-sama melakukan evaluasi dan refleksi. Bahwa kekuasaan atas mandat rakyat perlu dikelola untuk bersama-sama maju.
Sebelumnya, beberapa tokoh lintas agama yang hadir selain Din Syamsuddin, tokoh pengkritik pemerintah yang hadir dalam pertemuan Senin 17 Januari malam itu adalah Ketua Persekutuan Gereja Indonesia (PGI) Andreas Yewangoe, tokoh Katolik Franz Magnis Suseno, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma’ruf Amin, serta tokoh Konghucu, Budi Tanoewibowo.
Dalam pertemun itu, Presiden didampingi antara lain oleh Wapres Boediono, Menko Polhukam Djoko Suyanto, Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Menko Kesra Agung Laksono, Menteri Agama Suryadharma Ali, Mendiknas M Nuh, Kapolri Jenderal (Pol) Timur Pradopo, dan Panglima TNI Laksamana Agus Suhartono.
(Lusi Catur Mahgriefie)