Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Emansipasi Tanpa Menyalahi Kodrat Sebagai Perempuan

Emansipasi Tanpa Menyalahi Kodrat Sebagai Perempuan
Foto: dok. pribadi
A
A
A

DI ZAMAN globalisasi seperti sekarang ini, banyak perempuan yang melakukan peran sebagai laki-laki, yakni bekerja mencari nafkah. Tak jarang kita jumpai perempuan yang sukses dalam dunia karier. Ada kecenderungan di kalangan perempuan dari lapisan apapun untuk bekerja. Begitu seorang perempuan menyelesaikan pendidikannya, maka yang terbayang dalam benaknya adalah dunia kerja. Bekerja untuk mendapatkan upah atau gaji. Intinya bekerja di luar rumah (Suharsono, 2002:23).

Zaman sekarang ini lebih tepat disebut dengan zaman emansipasi. Emansipasi adalah wujud pergerakan untuk menuntut hak perempuan dan wujud pembebasan perempuan dari ketidakadilan dan pengekangan yang dahulu menjadi hal yang wajar. Perempuan layaknya hanya bertugas memasak, melayani suami, mengurus anak, mengurus rumah tangga tanpa diberi kebebasan untuk berkarya.

Perempuan dianggap tidak bisa apa-apa dan dianggap sebagai orang yang lemah. Perempuan tidak boleh bekerja dan berkarier. Untuk mendapatkan pendidikan yang tinggi juga dilarang. Praktik seperti itu adalah zaman ketika kebebasan perempuan seakan tidak dihargai dan dianggap tidak penting. Sebagai contoh, ketidakadilan pada perempuan adalah pada zaman penjajahan di Indonesia. Lebih dari itu, sebenarnya ketidakadilan pada perempuan terjadi juga pada zaman jahiliyah, yakni zaman kebodohan sebelum Nabi Muhammad SAW lahir.

Pada zaman penjajahan, perempuan pribumi dikekang hak-haknya. Mereka tidak boleh mendapatkan pendidikan yang tinggi. Sudah menjadi tradisi, bahwa wanita yang sudah remaja atau kira kira  umur 14 sampai 16 tahun harus menikah. Setelah menikah mereka mengurus suami, mengurus anak, tanpa diberi kesempatan berkarir ataupun berkarya sesuai bidangnya. Padahal untuk ukuran zaman sekarang, umur 14 sampai 16 tahun adalah umur wajib pengenyam pendidikan.

Melihat hal demikian, berbagai perlawanan menentang ketidakadilan itu muncul. Salah satunya dipelopori oleh  RA Kartini. Dia mengawalinya dengan membuka sekolah perempuan di Jepara, kota kelahirannya. Mereka diajari keterampilan perempuan seperti menjahit, menyulam, dan memasak.

Walaupun RA Kartini hanya mengenyam pendidikan sampai Europese Lagere School (ELS) atau sekarang setingkat SD, dia tetap ingin berkarya dan ingin memperjuangkan kaum perempuan untuk mendapatkan haknya. RA Kartini gemar menulis untuk menyampaikan buah pikirannya. Rangkaian buah pikirannya itu tercantum dalam  buku “Habis Gelap Terbitlah Terang”, yang menggambarkan betapa yakinnya RA kartini bahwa perjuangan kaum perempuan Indonesia akan berhasil di masa yang akan datang.

Pada zaman jahiliyah atau sebelum Nabi Muhammad SAW lahir, perempuan direndahkan martabatnya. Perempuan dianggap hina dan tidak berguna. Keluarga yang mempunyai anak perempuan merasa malu dan apabila ada ibu yang melahirkan anak perempuan. Si bayi bahkan akan dikubur hidup-hidup tanpa belas kasihan dan tanpa rasa berdosa. Sungguh zaman kebodohan pada waktu itu.

Tetapi setelah Nabi Muhammad lahir, Beliau membawa risalah untuk menyempurnakan akhlak. Islam datang untuk membawa perdamaian bagi seluruh alam. Karena Islam adalah Rahmatan Lil ‘Alamin. Islam sangat menghormati perempuan. Perempuan bagi Islam adalah makhluk mulia yang mempunyai fungsi, peran, dan tugas sesuai dengan kodratnya. Islam tidak mengekang perempuan untuk berkarya, Islam mengizinkan kepada perempuan untuk bekerja di luar rumah sepanjang pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan tabiat dan kemampuannya serta tidak menghilangkan naluri kewanitaannya.

Menurut Sukarti H Manan (1999), yang menjadi kenyataan sekarang ini adalah muncul istilah emansipasi wanita yang sering disalahartikan. Sudah menjadi kodrat bahwa kelak seorang perempuan akan menjadi seorang ibu. Maka, emansipasi wanita pun harus bisa diartikan positif. Perempuan tidak boleh melupakan kodratnya, selain mendapatkan hak, perempuan juga mempunyai kewajiban untuk mengurus suami dan anak.

Semoga para perempuan tidak melupakan kodratnya sebagai seorang istri dan ibu yang baik. Ibu yang dapat melahirkan seorang anak yang baik pula. Karena ibulah yang menjadi pendidik utama bagi seorang anak. Sehingga diharapkan dapat membentuk karakter dan kepribadian anak-anak bangsa ini dengan lebih baik.

Kita dapat mengambil kesimpulan bahwa emansipasi wanita adalah salah satu usaha untuk meningkatkan martabat para perempuan tanpa menghilangkan hak dan kewajibanya sebagai perempuan. Emansipasi menunjukkan bahwa perempuan juga berhak berkarier dan mendapatkan pendidikan yang sama dengan kaum lelaki, dapat beraktivitas dan bekerja tanpa menghilangkan kodrat alamiah sebagai perempuan, yakni kodrat sebagai istri, ibu, dan sebagai perempuan yang tetap tidak dapat disamakan dengan laki-laki. 

Alfi Muhimmatul Fauziyyah

Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Muria Kudus

(Rifa Nadia Nurfuadah)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement