JAKARTA- Pernyataan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkum HAM), Denny Indrayana yang siap mati dan masuk penjara untuk membela pengetatan remisi bagi narapidana luar biasa yakni narkotika, terorisme, dan korupsi dianggap sia-sia.
Menurut pengacara Widodo Iswantoro, tindakan Denny sangat berlebihan, padahal semuanya sia-sia dilakukan. Pasalnya, kata Widodo, kebijakan pengetatan remisi itu salah dan melanggar undang-undang.
Follow Berita Okezone di Google News
Untuk diketahui, Widodo Iswantoro merupakan pengacara tujuh orang narapidana kasus korupsi yang gugatannya dimenangkan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta,
“Kalau mau bikin kebijakan silakan saja. Tapi jangan sampai melanggar hukum dan sewenang-wenang atau abuse of power,” ujar Widodo, melalui kepada Okezone, Minggu (11/3/2012).
Menurut Widodo, PTUN Jakarta sudah memutuskan Surat Keputusan (SK) pembatalan Pembebasan Bersyarat (PB) yang diberlakukan Denny telah melanggar hukum. “Semestinya SK tersebut harus dibatalkan,” jelasnya.
Widodo mengatakan jika ingin memberlakukan SK tersebut, sebaiknya UU Pemasyarakatan yang menjadi dasar perolehan hak remisi dan pembebasan bersyarat warga binaan harus direvisi. “Selama hak itu masih ada ya mestinya diberikan,” imbuhnya.
Lebih jauh, Widodo menjelaskan dalam masalah ini, dia melihat Denny hanya ingin pamer kekuasaan saja, dan ingin menunjukkan kalau dia anti korupsi sedangkan pihak lainnya pro korupsi. Pernyataannya telah mengidentikkan penasehat hukum penggugat identik dengan koruptor. “Hal ini melanggar Pasal 18 UU advokat menyatakan advokat tidak dapat diidentikkan dengan kliennya dalam membela perkara klien oleh pihak yang berwenang dan atau masyarakat,” tegasnya.
Sebelumnya, Wamenkum HAM, Denny Indrayana siap mati dan masuk penjara untuk membela pengetatan remisi bagi narapidana luar biasa yakni narkotika, terorisme, dan korupsi. Hal yang dilakukannya dengan cara tidak memberikan remisi dan kebebasan bersyarat.
Pernyataan Denny berkaitan dengan dimenangkannya gugatan Tujuh terpidana kasus korupsi yang mendapatkan Pembebasan Bersyarat namun dibatalkan karena keluarnya SK M.HH-07.PK.01.05.04 Tahun 2011.
(ugo)