YOGYAKARTA - Bentrokan antara ormas Islam, Front Pembela Islam (FPI) dengan 'preman' di Sukorejo, Kendal, Jawa Tengah, pekan lalu membuat Mantan Ketua PP Muhammadiyah, Safii Ma'arif angkat bicara.
Pria yang akrab disapa Si-Buya itu justru menyalahkan pemerintah, dalam hal ini pihak Kepolisian. Sebab, pemerintah tidak bisa hadir saat situasi sedang dibutuhkan masyarakat.
"Ketidakhadiran negara dalam hal kepolisian ini menyebabkan bentrok terjadi, polisi tidak mampu menjalankan fungsinya dengan baik," katanya dalam bedah buku Islam Syariah "Reproduksi Ideologi Salafiyah di Indonesia" karya Haedar Nashir di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Kamis (25/7/2013).
Jika polisi dapat menjalankan fungsinya dengan baik, maka kejadian bentrokan itu tidak terjadi. Setiap gerakan di masyarakat, meskinya terpantau dengan jeli oleh pihak kepolisian.
Dia menandaskan, gesekan antar umat beragama dan sesama agama di Indonesia marak terjadi paska reformasi. Sebab, dia menilai demokrasi saat ini dibuka seluas-luasnya.
Kondisi saat ini jauh berbeda dengan pemerintah sebelumnya yang sifatnya otoriter. Di-era Orde Baru dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto, tak ada orang berani berbicara apalagi berbuat anarkis di masyarakat.
"Kondisi kekerasan yang meluas ini merupakan salah satu dampak demokrasi dibuka selebar-lebarnya, demokrasi kita kebablasan," paparnya.
Kondisi saat ini, lanjutnya, tidak akan terjadi jika ada tindakan tegas dari aparat kepolisian. Bentrokan massa dapat diredam saat pemerintah, baik kepolisian maupun TNI berfungsi optimal dalam menjalankan perannya.
"Fungsi polri harus lebih efektif dalam penegakan hukum, situasi keamanan di masyarakat, serta menjadi pelayan yang baik di masyarakat," pungkasnya.
(K. Yudha Wirakusuma)