YOGYAKARTA - Ketua Front Pembela Islam DIY-Jateng, Bambang Tedi, dijemput petugas Kepolisan Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Direskrimsus) Polda DIY. Bambang Tedi ditengarai melakukan serangkaian penipuan jual-beli tanah.
"Dia (Bambang Tedi) sudah dipanggil dua kali tidak mau datang, kita jemput di rumahnya," kata Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda DIY Kombes Pol Kokot Indarto, Rabu (6/8/2014).
Bambang Tedi tinggal di Jalan Wates km 8, Ngaran, Balecatur, Gamping, Sleman. Tempat tinggalnya juga dipergunakan sebagai Markas Besar FPI DIY-Jateng.
Istrinya, Sebrat Haryanti, turut mendampingi sang suami di Mapolda DIY. Dia meminta agar suaminya tidak diperiksa karena tekanan gula darah atau tensinya cukup tinggi.
"Tadi B (Bambang Tedi) didampingi istrinya. Dikatakan tadi, dia sakit tensinya (tinggi). Saya minta dokter Kepolisian untuk dibuat jurnal apakah orang dengan tekanan darah segini layak diperiksa, sesuai standar WHO ternyata layak," katanya.
Kokot mengaku, istrinya Bambang Tedi ingin menemuinya, namun dia tidak bisa menerimanya jika ada 'intervensi' atau kepentingan lain untuk 'membebaskan' suaminya.
"Istrinya tadi juga ingin ketemu saya, saya tidak bisa menerima karena ini kepentingannya pemeriksaan," imbuhnya.
"Ini persoalan dalam tanda kutip mafia tanah tapi konstruksi pasalnya itu persoalan menempatkan keterangan dalam akte otentik dalam jual beli tanah," paparnya.
Ada satu akibat hukum, bahwa korban RC (Rico) mengalami kerugian Rp11,7 miliar dalam beberapa petak tanah di DIY. Dia melakukan transaksi pembelian tanah pada Bambang Tedi.
"Ternyata tanah itu bukan milik mister B ini. Pada tanah yang sama dijual ke orang lain sampai lima (5) koma sekian miliar. Saya kira itu," katanya.
Pihaknya sedang mengumpulkan keterangan-keterangan mengenai statusnya sebagai tersangka. Kokot menegaskan kasus yang menyeret Bambang Tedi bukan pidana umum, atau pengelapan.
"Ini bukan penggelapan, tapi menempatkan keterangan dalam akte otentik keterkaitannya dengan modus boleh saya bilang tanda kutip mafia tanah," jelasnya.
Kasus ini, kata dia, sudah berjalan tiga tahun silam. Namun, korban masih ragu dalam memutuskan persoalan ini ke ranah hukum, yakni Kepolisian. "Kasu RC (Rico) ini sudah terjadi sejak 3 tahun lalu dengan segala preasure, dia takut melapor," ujarnya.
Sedangkan untuk pasal yang dikenakan, Kokot belum menyebutkan. "Kalau dugaan sementara penipuan, tapi pasal pokoknya tadi menempatkan keterangan dalam akte otentik," paparnya.
Kokot memberi gambaran mengenai akte otentik. "B ini bekerja dengan seseorang (calo) yang menyebutkan di sana tanah dijual, itu kira-kira kan. Terus ada orang lain (korban) ketemu, tukar menukar uang langsung dengan mister B ini. Ternyata uang yang diserahkan itu tanah tidak keluar-keluar (sertifikatnya). Padahal memang punya orang, tidak dijual beberapa, ada yang terpaksa menjual dengan harga tertentu," urainya.
(Kemas Irawan Nurrachman)