JAKARTA – Kuasa hukum terpidana kasus proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI), Ricksy Prematuri, Najib Ali Gisymar menilai, putusan hakim Mahkamah Agung (MA) yang memperberat hukuman kliennya menjadi lima tahun penjara tidak tepat.
Putusan tersebut dianggap tidak memperhatikan berbagai persoalan dan kejanggalan proses hukum yang telah dilakukan pada pengadilan di bawahnya.
“Jangankan diperberat hukumannya, biar dihukum satu hari saja, tim penasehat hukum akan menyarankan agar Ricksy mengajukan Peninjauan Kembali (PK) karena kami sejak awal yakin bahwa dia tidak melakukan tindak pidana apapun,” tegas Najib dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (19/2/2014).
Kliennya sambung Najib, juga belum menerima salinan putusan itu hingga saat ini. Namun kata dia, jika putusan tersebut benar adanya, maka majelis hakim MA menurutnya tidak jeli dalam membaca pertimbangan-pertimbangan hukum dalam putusan pengadilan dibawahnya. Menurut Najib, hakim harus jeli dalam melihat empat poin persoalan dalam kasus ini.
"Poin pertama, putusan Pengadilan Tipikor Jakarta dalam pertimbangannya seolah-olah menyatakan bahwa perusahaan Ricksy, yakni Green Planet Indonesia (GPI) adalah pengolah limbah, padahal bukan. GPI adalah kontraktor sipil yang membantu CPI dalam proyek bioremediasi. Jadi CPI-lah yang bertanggung jawab sebagai pengolah limbah,” jelas Najib.
Soal pelanggaran izin, lanjut Najib, pejabat Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) sebelumnya telah menjelaskan bahwa GPI tidak memerlukan izin karena hanya membantu pengerjaan saja dan CPI sebagai pihak yang bertanggung jawab telah mengantongi izin tersebut.
"Kedua, Ricksy juga dituding melanggar Keputusan Menteri (Kepmen) Lingkungan Hidup (LH) nomor 128 tahun 2003 tentang TPH tanah, padahal bukti-bukti pelanggaran tidak pernah ada, karena semua yang dilakukan GPI sudah sejalan dengan SOP CPI yang telah diverifikasi oleh ahli-ahli dari Lemigas, universitas dan sudah seizin KLH," terang Najib.
Kemudian poin ketiga, sejak di Pengadilan Tipikor dakwaan dan ketentuan hukumnya sudah berbeda. Secara substansi kata dia, dakwaan adalah seputar pelanggaran lingkungan (izin pengolahan limbah dan proses bioremediasi).
Adapun poin persoalan keempat lanjut Najib, majelis hakim MA terkesan tergesa-gesa dalam mengambil putusan mengingat masa penahanan Ricksy akan habis pada 3-4 Maret mendatang.
“Meskipun adanya kesan tergesa-gesa ini bisa saja dibantah oleh majelis hakim MA namun putusan yang dibuat sepertinya mengabaikan prinsip kehati-hatian yang seharusnya dipegang oleh MA sebagai penjaga gawang terakhir keadilan dalam penegakan hukum di Indonesia,” pungkas Najib.
Sementara itu, pakar hukum pidana Mudzakkir, mengaku belum dapat memberikan komentar secara mendalam karena belum melmbaca pertimbangan hukumnya.
Namun menurutnya, hal yang penting untuk ditanyakan kepada majelis hakim MA adalah sejauhmana MA telah menjalankan kewenangannya untuk menguji penerapan hukum pidana baik secara materiil maupun formil.
“Jika MA gagal menguji secara benar putusan dan proses pembuktian yang dilakukan pengadilan di bawahnya maka akan fatal akibatnya bagi masa depan penegakan hukum di Indonesia,” ujar Mudzakkir terpisah.
Mahkamah Agung (MA) sebelumnya mengabulkan kasasi jaksa penuntut umum (JPU) dan memperberat hukuman terdakwa perkara korupsi proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) Ricksy Prematuri. MA membatalkan putusan Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta yang meringankan hukuman terdakwa.
"MA membatalkan putusan PT dan menyatakan kembali kepada putusan Pengadilan Tipikor dengan menjatuhkan pidana lima tahun penjara," kata Kabiro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur, Jumat 14 Februari lalu.
Pada kasus yang merugikan negara hingga Rp100 miliar itu, Ricksy divonis bersalah dan kemudian mengajukan banding. Oleh Pengadilan Tinggi, hukuman yang bersangkutan diringankan menjadi tiga tahun dan jaksa penuntut umum pun mengajukan kasasi.
"Adanya perbedaan hukuman karena perbedaan pendapat, dan perbedaan judex yuris. Itu bisa saja terjadi. Majelis kasasi telah menjatuhkan vonis yang tertanggal 10 Februari 2014 yang isi putusannya menolak permohonan kasasi dari terdakwa dan mengabulkan permohonan kasasi dari jaksa penuntut umum," terang Ridwan.
(Rizka Diputra)