YOGYAKARTA - Konflik yang terjadi di Kraton Kasunanan Surakarta sudah berjalan selama kurang lebih 10 tahun. Tetapi, konflik itu bakal berakhir setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono turun tangan.
Menteri Pemuda dan Olahraga, Roy Suryo optimis konflik tersebut disudahi. Pria darah biru trah Pakualaman Yogyakarta (Mataram) itu berperan sebagai penghubung kebuntuan pertemuan antara kerabat-kerabatnya dari Kasunanan Surakarta dengan pemerintah pusat.
"Alhamdulillah, kebuntuan yang terjadi pada tetangga kita di Solo akan berakhir, saya menganggap sudah selesai, sudah 95% menemukan titik temu, kesepakatan," kata Menpora, Roy Suryo kepada Okezone usai Launching Hari Sumpah Pemuda 'Deklarasi Tahun Pemuda 2014' di Yogyakarta.
Roy menyebut ada 35 putra putri dari (alm) Paku Buwono (PB) XII yang dikumpulkan. Dari jumlah itu masih ada empat orang yang belum ingin 'konflik' berakhir.
"Dari 35 saudara, 31 kerabat menyatakan sepakat, mereka tidak ingin terjadi perselisihan, tapi ada beberapa yang belum bersatu," kata Roy.
Roy tak ingin menyebut nama-nama siapa saja yang masih membandel untuk disatukan. Namun, dia hanya menyampaikan segelintir dari keturunan PB XII.
Presiden Sosilo Bambang Yudhoyono, kata Roy, bakal menyelesaikan konflik di Kraton Kasunanan Surakarta setelah 9 April nanti. Roy tak ingin membocorkan 'keputusan' apa yang dilakukan Presiden. "Saya tidak tahu apa yang akan Bapak Presiden lakukan," elaknya.
Sebagaimana diketahui, konflik keluarga keraton Solo tersebut terjadi selama hampir sepuluh tahun terakhir. Konflik terjadi lantaran dua putra PB XII, Hangabehi dan Tedjowulan sama-sama mengklaim sebagai raja yang bergelar Paku Buwana XIII.
Hangabehi berhasil menduduki tahta di dalam keraton. Hangabehi dianggap sebagai Raja di Kraton Kasunanan Surakarta. Sedangkan Tedjowulan memilih mendirikan tahta baru di kawasan Kotabarat.
Raja kembar yang berbeda ibu itu akhirnya berdamai, dua tahun lalu. Tedjowulan mengakui Hangabehi sebagai raja. Sedangkan dia sendiri akhirnya mendapat jabatan sebagai Mahapatih.
Hanya saja, rekonsiliasi itu justru ditolak oleh adik-adik Hangabehi, antara lain GKR Koes Murtiyah Wandansari yang akrab disapa Gusti Moeng. Bahkan, bersama suaminya, dia mendirikan Lembaga Dewan Adat. Lembaga Dewan Adat ini yang dianggap justru 'memperkeruh' suasana konflik di Kraton Solo.
(Muhammad Saifullah )