JAKARTA - Kasus jual beli rumah susun sewa hingga kini belum juga mampu diberantas jajaran Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Virtual Account yang diminta Wakil Gubenrur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) untuk membasmi para mafia rusun pun belum membuatnya puas lantaran tak sepenuhnya sesuai dengan keinginannya.
Follow Berita Okezone di Google News
Menanggapi hal itu, pengamat perkotaan Nirwono Joga berpendapat, setidaknya ada tiga hal lain yang perlu dijalankan Pemprov DKI guna menyelesaikan masalah tersebut.
“Harus ada sistem manajemen rusun secara keseluruhan, bukan cuma Kadis, tapi sampai pengelola unit dan warga rusun. Pengurus RT dan RW harus juga tanggung jawab pengelola gedung. Karena RT dan RW yang paling tahu mana penghuni lama baru, dan jual beli rusun. Jadi mereka bisa dijadikan agennya Pak Ahok di lapangan untuk mengawasi staf yang bermain,” ujar Nirwono kepada Okezone, Selasa (9/9/2014) malam.
Kedua, sambung Nirwono, mau tidak mau jajaran Pemprov DKI harus melakukan inspeksi secara rutin. “Bukan oleh Pak Ahok saja, tapi dibentuk tim independen melakukan inspeksi pada rusun. Ada laporan ke Pak Ahok dari kalangan masyarakat,” terangnya.
Hal penting lainnya yang perlu dijalankan, kata Nirwono, adalah member bekal pengetahuan yang cukup bagi para penghuni rusun, terutama mereka yang berasal dari bantaran kali, tentang hidup di rusun merupakan budaya tinggal di kota besar seperti Jakarta.
“Kita ada miss yaitu tentang rekayasa sosial, perlu adanya edukasi bagaimana tinggal di rusun yang baik dan benar. Jual beli rusun terjadi karena tidak dibudayakan tinggal di hunian vertikal itu budaya Jakarta. Penghuni rusun kebanyakan tidak siap bahwa sebenarnya mereka lebih layak dalam hidup ketimbang tinggal di bantaran kali,” tuturnya.
Karenanya, ia berpandangan bahwa perlu adanya sosialisasi dari seluruh dinas di Pemprov DKI dalam memeberikan edukasi bagi para penghuni rusun.
“Tidak ada satu Dinas Perumahan saja untuk menyosialisaikan hal itu. Pemda juga bisa memanfaatkan ahli sosialogi dan budaya untuk memberikan pengetahuan bahwa Jakarta harus hunian vertikal,” tandasnya.
Sebelumnya, Ahok mengungkapkan ketidakpuasannya terhadap bentuk kartu yang disediakan Bank DKI kepada penghuni rusun sebagai alat pembayaran. Sebab, bentuk kartu yang diserahkan kepada penghuni rusun mudah diduplikasi sehingga rentan disalahgunakan oleh oknum tertentu.
"Saya kecewa sama Bank DKI. Kalau kartu kayak gini oknum rusun masih bisa main. Enggak bisa kayak gini kartunya," kata Ahok
Ahok menuturkan, kartu pembayaran yang ada dalam pikirannya layaknya kartu ATM namun ditambah kolom foto dan identitas pemegang kartu.
"Saya ingin bikin kartu ATM untuk penghuni rusun ini ada foto dan namanya. Saya kecewa dengan kartu yang dikeluarkan (Bank DKI). Saya enggak mau kartu hotel seperti itu. Kartu yang saya mau adalah kartu seperti ATM ada nama ada foto," paparnya.
(put)