Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Antasari Ingin Bongkar Banyak Kasus Korupsi

Fiddy Anggriawan , Jurnalis-Rabu, 26 November 2014 |12:55 WIB
Antasari Ingin Bongkar Banyak Kasus Korupsi
Antasari Ingin Bongkar Banyak Kasus Korupsi (foto: Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Mantan Ketua KPK Antasi Azhar mengaku ingin membongkar beberapa kasus korupsi besar di Indonesia, sebelum akhirnya tersangkut kasus pembunuhan Bos Rajawali Putra Banjaran, Nasrudin Zulkarnen.

Dalam sebuah kesempatan, Antasari berkenan membeberkan beberapa kasus yang ditanganinya sebelum dikriminalisasikan dalam kasus pembunuhan Nasrudin. Mulai dari kasus yang menjerat besan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yakni Aulia Pohan.

Antasari Azhar

Aulia yang saat itu menjabat Deputi Gubernur BI itu menyetujui pengambilan uang Rp100 miliar dari Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) lewat Rapat Dewan Gubernur BI. Namun, Antasari tak serta merta mengatakan jeratan hukum yang menimpanya terkait kasus korupsi Aulia.

"Saya tidak punya kapasitas menjelaskan itu. Biarlah itu menjadi opini publik. Saya sudah mendengar banyak tentang masalah itu, para penyidik di KPK juga bicara seperti itu. Tetapi pada waktu itu saya sebagai pejabat Ketua KPK, saya tidak bisa berkata lain, kalau ada dua alat bukti, maka siapapun bisa ditahan," terang Antasari beberapa waktu lalu.

Kendati demikian, Antasari mengaku ingin membongkar berbagai kasus korupsi yang marak di Indonesia. Sebagai Ketua KPK, mulai 2009, Antasari akan mengusut Korupsi di Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

"Karena harapan saya BUMN itu bisa secara signifikan memberikan pemasukan uang kepada negara, jadi bocornya harus ditangani. Sebab dulukan perfektifnya adalah pemberantasan korupsi itu ditujukan untuk kesejahteraan rakyat," paparnya.

Kemudian, Antasari juga sedang membongkat kasus pengadaan Informasi Teknilogi (IT) dan pehitungan suara Pemilu 2004. "Itu memang saya usut, bahkan sudah sampai ketahap penyidikinan. Penyidik sudah tiga kali bolak-balik ke KPU meminta keterangan-keterangan kepada pejabat KPU," sambungnya.

Dalam kasus tersebut, Antasari mendelegasikan Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Haryono Umar (sekarang Irjen Diknas) untuk berkoordinasi ke KPU.

"Sudah ada beberapa kali pemanggilan dan sudah dilaporkan hasilnya ke saya. Saya bilang, lanjutkan. Apakah itu ada penggunaan alat yang tidak benar, ada indikasi tender yang tidak benar atau ada alasan politik memainkan angka. Itu saja yang mau saya usut," jelasnya.

Karena waktu itu, kata Antasari, KPK buktikan perhitungan suara KPU di Hotel Borobudur, ada satu wilayah penduduknya 100 ribu, tapi suara caleg bisa keluar satu juta. "Itu kan tidak masuk diakal," tegasnya.

Lalu, karena Antasari tersangkut kasus pembunuhan Nasrudin, otomatis non aktif sebagai Ketua KPK dan penyelesaian kasus IT KPU tak kunjung tuntas. "Saat saya tidak lagi menjabat, hingga sekarang tidak jelas penyelesaiannya. Malah ada salah satu komisioner KPK mengatakan, KPK tidak pernah menangani itu, itu bohong. Tapi yah sudahlah mungkin dia mau bela pihak tertentu," paparnya.

  Antasari Azhar Bersama Istri

Selanjutnya, Antasari juga sedang mengusut Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Dia menjelaskan, untuk obligasi rekapnya sebenarnya Rp446 miliar, bukan Rp154 miliar. Sebab obligasi rekap Rp154 miliar yang melibatkan bank swasta itu sudah ditangani oleh kejaksaan.

"Tetapi yang mau saya usut adalah yang nilainya Rp446 miliar. Dulu kan total dana BLBI itu Rp600 miliar. Ini yang banyak dilupakan orang. Dulu Presiden Soeharto meluncurkan dana BLBI Rp600 miliar. Itu Rp154 pada ke bank swasta, itu sudah di usut kejaksaan, asetnya sudah disita BPPN. Tetapi yang nilainya Rp446 miliar ini ke mana, tidak jelas ceritanya. Itu yang mau saya ungkap," urai Antasari.

Sementara itu, Antasari juga membenarkan hilangnya dokumen pengusutan korupsi ketika polisi menggeledah ruangan kerja di KPK.

"Dulu waktu saya menjadi Ketua KPK, saya menerima surat dari masyarakat yang isinya, berupa print out email pengiriman alat intersep ke Mabes Polri. Setelah saya melihat dalam dokumen itu, ada dugaan bahwa alat itu dibeli secara illegal. Itu hilang tidak ada lagi dikembalikan ke KPK," tuturnya.(fid)

(Dede Suryana)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement