Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Aburizal Bakrie

Susi Fatimah , Jurnalis-Rabu, 03 Desember 2014 |17:06 WIB
Aburizal Bakrie
Aburizal Bakrie (Foto: Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Ir. H. Aburizal Bakrie atau yang lebih dikenal Ical, Bakrie, dan ARB merupakan politikus dan pengusaha asal Indonesia yang juga ketua umum Partai Golongan Karya sejak 2009.

Ical pernah menjabat Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat dalam Kabinet Indonesia Bersatu. Sebelumnya ia menjabat sebagai Menteri Koordinator Perekonomian dalam kabinet yang sama, namun posisinya berubah dalam reshuffle kabinet yang dilakukan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 5 Desember 2005.

Ical lahir pada 15 November 1946 di Jakarta. Ayahnya merupakan seorang pedagang kopi di Lampung yang belum bisa dikatakan kaya. Oleh karena itu lah semasa sekolah, dia harus berjualan tas untuk ongkos ke sekolah.

Beranjak SMA ia bersekolah di SMA 3 Setiabudi Jakarta. Setelah selesai menempuh pendidikan dasar dan menengah di Jakarta, ARB melanjutkan pendidikan ke jurusan teknik elektro, ITB (Institut Teknologi Bandung). ARB juga aktif dalam organisasi (dewan mahasiswa), dan terlibat dalam aktivitas kepemudaan. Ia ikut demonstrasi anti Orde Lama pada masa transisi kepemimpinan di pertengahan tahun 1960-an. Selain itu, ia dikenal menyukai karate, ia pernah menjadi instruktur di ITB dan dan menyandang sabuk hitam dalam bidang tersebut.

ARB kemudian memutuskan untuk menyelesaikan studinya. Ia bertemu adik kelasnya di ITB Tatty Murniatriati, dan mengajak putri Jawa Tengah itu untuk melanjutkan hubungan mereka ke pelaminan. Perkawinan mereka dikaruniai tiga anak, yaitu Anindya Novyan Bakrie, Anindhita Anestya Bakrie, dan Anindra Ardiansyah Bakrie.

Setelah ia lulus, ARB membantu ayahnya, Achmad Bakrie untuk membesarkan PT Bakrie Brothers, hingga ia menjadi wakil presiden direktur. Ia berhasil mengembangkan usaha PT Bakrie Brother yang sebelumnya hanya berjualan roti dan komoditas kopi dan gula, hingga perusahaanya tersebut merambah industri pipa besi, industri manufaktur dan sebagainya. Sepeninggal ayahnya, Ical melanjutkan usaha ayahnya bersama adik-adiknya mengembangkan perusahan ke berbagai bidang usaha baru. Saat stabilitias dan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi pada dekade akhir 1980-an dan 1990-an, PT Bakrie Brothers tumbuh pesat dengan jumlah karyawan lebih dari 70 ribu orang.

Menjadi pengusaha, ARB tetap aktif di dalam organisasi. Ia mendirikan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) dan menjadi Ketua Umum pada periode 1977-1979. Ia juga sempat menjadi Ketua Umum Persatuan Insinyur se-Indonesia (1989-1994), serta puncaknya, Ketua Umum Kadin (Kamar Dagang dan Industri) Indonesia selama dua periode (1993-2003) dan Presiden Kadin Asean (1996-1998).

Pada pertengahan 1997, badai hitam melanda dunia finansial Asia, mulai dari Thailand, dan kemudian menyebar ke semua jurusan, termasuk Indonesia. Dalam waktu singkat, kue ekonomi nasional tergerus 14 persen dan begitu banyak usaha besar terancam bangkrut. Rakyat resah, kelas menengah panik, mahasiswa demo, dan akhirnya pemerintahan Orde Baru tumbang setelah 32 tahun berkuasa.

Bagi dunia usaha Indonesia, saat itu adalah sebuah prahara. Karena nilai tukar dolar yang tiba-tiba meroket, hampir semua pengusaha papan atas terpuruk dalam timbunan utang. Bagi ARB, dan bagi banyak pengusaha nasional lainnya, saat-saat demikian merupakan the days of reckoning: langit seperti runtuh, kerja keras puluhan tahun tumbang seperti rumah kartu. Mereka bukan hanya perlu memikirkan nasib sendiri, tetapi terutama nasib puluhan ribu karyawan, beserta anak dan keluarga mereka.

Pilihan-pilihan yang ada serba sulit. Waktu itu, sebagian pengusaha Indonesia memilih jalan pintas yang mudah, yaitu pergi meninggalkan Indonesia, mencari save havens di negeri seperti Singapura dan Hong Kong. ARB memilih bertahan dan menghadapi persolaan yang ada, dengan merisikokan segalanya, termasuk kepemilikan saham di PT Bakrie Brothers, dari yang semula mayoritas menjadi minoritas, dengan sisa kepemilikan 2,5 persen. ARB menjelaskan bahwa dalam tahun-tahun ini dia dan keluarganya menjadi lebih miskin daripada pengemis, sebab walau aset masih tersisa sedikit, utang yang harus mereka tanggung jumlahnya jauh lebih besar.

Periode sulit itu berlangsung selama kurang lebih tiga tahun. Pada pertengahan 2001, langit mulai terbuka sedikit. Bersama adik-adiknya, ARB memutuskan untuk merambah bisnis baru, yaitu bisnis energi, khususnya batubara, sebuah bisnis yang waktu itu belum banyak dilirik. Tanpa modal, dengan hanya berbekal kepercayaan, penciuman, serta jaringan perkawanan, ARB mulai mengakuisi beberapa perusahaan batubara. Caranya dengan out of the box method, menakjubkan dari segi kreativitas dan kecepatan. Kebetulan pula, pada saat itu, harga energi dunia, termasuk batubara, mulai merangkak naik. Awalnya agak pelan, tetapi kemudian pada 2003-2008 harga batubara di pasar dunia terus meroket.

Keberuntungan rupanya datang bergandengan, dan dengan sukses di bidang energi, ARB dan adik-adiknya merambah ke berbagai bidang lainnya secara cukup agresif, seperti properti, perkebunan, dan infrastruktur.

Itulah periode kebangkitan kembali yang cukup mengesankan. ARB berhasil membangun lagi sebuah kelompok usaha yang lebih besar daripada sebelumnya. Pada terbitan tahun 2008, majalah Forbes menempatkannya dalam posisi nomor satu daftar orang terkaya di Indonesia.

Sukses ini menghidupkan lagi keinginan ARB untuk aktif dalam dunia filantropi dan kegiatan sosial. Oleh kawan-kawannya, ia dikenal sebagai seseorang yang murah hati dalam mengulurkan tangan jika ada kesulitan. Sifat seperti ini disalurkan secara terlembaga, terutama dalam dunia pendidikan, dengan membantu dan mendirikan banyak institusi, seperti Penghargaan Achmad Bakrie, yang setiap tahun memberikan apresiasi kepada kaum intelektual, sastrawan, dokter, fisikawan, dan semacamnya; serta pemberian beasiswa Achmad Bakrie, yang mengirimkan lulusan SMA terbaik di Indonesia untuk meraih gelar doktor di universitas ternama di Amerika Serikat dan negeri maju lainnya.

Selain itu, ARB juga membantu berdirinya Freedom Institute, mendirikan Yayasan Bakrie Untuk Negeri, serta Universitas Bakrie yang memberikan beasiswa penuh bagi banyak pelajar dari berbagai daerah. Pada tingkat internasional, ARB membiayai pembentukan Bakrie Chair for Southest Asian Studies of Peace and Democracy di lembaga dunia ternama, Carnegie, Amerika Serikat, serta mendirikan lembaga yang sama di Nanyang Technological University, Singapura.

Karir Politik

Pada saat kebangkitan usahanya, ARB beralih dari dunia usaha dan masuk ke dalam dunia pemerintahan. Ia dilantik sebagai Menteri Koordinator Perekonomian dalam cabinet era Presiden SBY-JK. Ia mengumpulkan anak-anak muda bergelar doktor dan master untuk membantunya sebagai staf ahli Menko Perekononomian.

Sebagai Menko Perekonomian prestasi Ical cukup bagus. Ia berhasil menambah pundi-pundi Indonesia menjadi Rp25 trilliun pertahun selama sepuluh tahun pertama beroperasinya Blok Cepu. Dan ia juga berhasil renegosiasi dengan Perusahaan Exxon, dengan bertemu langsung dengan CEO perusahaan minyak tersebut setelah selama ini negosiasi tersebut berkatung-katung.

Setahun lebih Ical menjabat sebagai Menko Perekonomian, posisinya digantikan oleh Boediono yang kemudian menjadi Wakil Presiden SBY di pemerintahan berikutnya, dan ARB beralih tugas menjadi Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra).

Meski begitu, masalah lumpur Lapindo di Sidoarjo menjadi salah satu masalah yang hingga kini tak kunjung usai. Ribuan rumah dan sawah terendam akibat luapan lumpur dari perusahaan Lapindo Brantas. Masalah ini pun menjadi penyebab perpecahan antara Ical dan Sri Mulyani. Konflik ini bermula saat negara mengambil alih tanggungjawab atas kerugian dari luapan lumpur tersebut.

Hal ini mendapat pertentangan dari mantan Mentri Keuangan, Sri Mulyani. Menurutnya kasus tersebut murni kesalahan dari PT Lapindo Brantas dan semuanya tangggungjawab dari Bakrie Grup selaku pemegang saham terbanyak. Tak hanya itu, percekcokan keduanya pun terjadi ketika pemerintah zaman SBY–JK mengintervensi penjualan saham PT Bumi Resource Tbk yang notabene adalah milik keluarga Bakrie.

Pada tahun 2007 Bakrie juga tersandung kasus dalam tender operator SLI, kala itu perusahaan nya Bakrie Telecom dipilih oleh Departemen Komunikasi dan Informatika dalam seleksi tender SLI. Namun hal ini menjadi perdebatan karena Bakrie Telecom belum mampu memenuhi persyaratan dari segi kesiapan infrastruktur.

Dimana saat itu sedang terjadi krisis global yang mengakibatkan seluruh harga saham rontok dan Bursa Efek Indonesia (BEI) tutup beberapa hari. Namun tak berapa lama, Menkeu saat itu membuka kembali BEI dan terjadi penurunan harga saham sangat tajam.

Walaupun banyak konflik menerpa dirinya, nama Aburizal Bakrie tetap berjaya. Ia terpilih menjadi Ketua Umum Partai Golkar mengalahkan pesaing beratnya Surya Paloh. Setelah terpilih menjadi menteri di tahun 2004, ia melimpahkan kepemimpinan Bakrie Grup ke sang adik Nirwan Bakrie.

(Syukri Rahmatullah)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement