Menurut Adian, Kerajaan Aceh saat itu memiliki alat pertahanan canggih di zamannya. Portugis yang ingin menguasai jalur perdagangan Selat Malaka, selalu menghadapi perlawanan Aceh.
Tuan di Kandang, kata dia, juga menciptakan rencong dan siwah sebagai alat peperangan kala itu. Rencong diperuntukkan untuk panglima perang, sedangkan siwah untuk senjata raja. Rencong dirancang bentuknya seperti tulisan kaligrafi bismillah.
“Mengandung filosofi nama Allah di situ,” sebutnya.
Sekian lama berjaya di Gampong Pande, pusat Kerajaan Aceh Darussalam kemudian bergeser ke Istana Darud Dunya sejak 1514, dan makin kuat dengan status Kesultanan Aceh Darussalam. Sultan Ali Mughayatsyah merupakan raja pertama bertahta hingga 1530. Dia menyatukan kerajaan-kerajaan lainnya di Aceh menjadi satu kekuatan baru Kesultanan Aceh.
Makam Tuan di Kandang bersama sejumlah keturunannya kini telah dipugar sebagai Cagar Budaya di Gampong Pande. Makam ini sering dikunjungi wisatawan maupun peniliti yang ingin meriset sejarah. Di komplek makam terlihat nisan-nisan kuno dalam berbagai bentuk dan ukiran.
(Misbahol Munir)