JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan korupsi terkait pelaksanaan proyek PT Duta Graha Indah (DGI) dalam pembangunan Wisma Atlet SEA Games, Palembang dan Gedung Serbaguna Pemprov Sumatera Selatan tahun 2011 serta Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) pembelian saham PT Garuda Indonesia.
Kali ini, penyidik KPK akan memeriksa seorang notaris bernama M Dalwan Ginting sebagai saksi untuk tersangka mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin (MNZ).
"Iya, dia akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka MNZ," tutur Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (14/4/2015).
Selain memeriksa notaris, penyidik lembaga antirasuah ini juga akan memeriksa Khairul Afdel selaku pihak swasta, Hendri Saputra selaku pihak swasta, Ramses Hamonangan Pangaribuan selaku pihak swasta serta RM Omar.
"Mereka semua juga akan diperiksa sebagai saksi," terang Priharsa.
Untuk diketahui, KPK telah banyak memeriksa saksi-saksi sepanjang proses penyidikan kasus yang menjerat mantan Anggota DPR RI itu. Namun, belum diketahui sampai kapan proses penyidikan kasus ini berakhir dan kasusnya dilimpahkan ke persidangan.
Nazaruddin diduga melakukan pencucian uang dengan membeli saham PT Garuda Indonesia dengan menggunakan uang hasil tindak pidana korupsi terkait pemenangan PT Duta Graha Indah sebagai pelaksana proyek Wisma Atlet SEA Games 2011, Jakabaring, Palembang, Sumatera Selatan.
Dugaan pencucian uang hasil proyek tersebut digunakan untuk membeli saham Garuda sebesar Rp300,85 miliar oleh Nazaruddin. Rincian saham itu terdiri dari Rp300 miliar untuk Rp400 juta lembar saham dan fee Rp850 juta untuk Mandiri Sekuritas.

Pembelian saham perdana PT Garuda Indonesia itu dilakukan lima perusahaan yang merupakan anak perusahaan Permai Grup. Perusahaan tersebut diantaranya, PT Permai Raya Wisata, PT Exartech Technology Utama, PT Cakrawala Abadi, PT Darmakusumah, dan PT Pacific Putra Metropolitan.
Atas dugaan itu, Nazaruddin dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b, subsider Pasal 5 Ayat (2), subsider Pasal 11 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Selain itu, dia juga dijerat dengan Pasal 3 atau Pasal 4 juncto Pasal 6 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
(Rizka Diputra)