Sementara itu, Ketua Lembaga Penelitian UMK, Mamik Indaryani menambahkan, yang terjadi saat ini ialah ketidakpedulian pemerintah, bukan keseimbangan kebijakan. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang tercermin dari regulasi yang dihasilkan justru antitembakau.
Sementara, di sisi lain, kata dia, rokok yang mereka produksi belum tentu bakal laku semua. Akibatnya, "Pabrik tutup karena kenaikan tarif cukai yang terjadi setiap tahun," sebut Mamik.
Menurutnya, kenaikan cukai dengan argumentasi kesehatan sangat tidak adil karena pastinya akan mengorbankan pihak lain yang tidak terakomodir kepentingannya. Sejatinya kata dia, pemerintah berpikir untuk mendorong daya saing industri tembakau bukan memberangus dengan beragam regulasi.
"Industri hasil tembakau juga berkontribusi terhadap pendapatan masyarakat, pengurangan masyarakat miskin, bahkan sebagai warisan turun temurun," tegasnya.
Hal senada disampaikan peneliti kretek dari Yayasan Indonesia Berdikari, Puthut EA. Menurutnya, tudingan rokok mengganggu kesehatan layak diperdebatkan. Selama ini, publik disuguhi opini adanya penelitian yang menyatakan rokok tidak sehat.