JAKARTA - Pusat Bantuan Hukum (PBH) Peradi selaku kuasa hukum para korban perbudakan anak buah kapal (ABK) Benjina melakukan pertemuan bipartit dengan perwakilan PT Pusaka Benjina Resouces (PBR) di kantor Kedutaan Besar Myanmar.
Pada pertemuan tersebut, Koordinator Tim PBH Peradi, Togar Sijabat menyampaikan tuntutan atas hak-hak ABK Benjina di antaranya upah pokok yang belum dibayarkan, upah lembur, denda atas keterlambatan upah, uang pesangon, dan penghargaan masa kerja.
Tak hanya itu, biaya pemulihan fisik dan psikis, biaya kepulangan, upah proses dan hak-hak pekerja lainnya yang semuanya diatur oleh perundang-undangan juga turut menjadi tuntutan mereka.
Dalam kesempatan itu Duta Besar Myanmar juga meminta agar sekira 200 orang Myanmar yang saat ini masih berada di Pulau Benjina agar dipindahkan ke Ambon untuk bergabung dengan warga negara Myanmar lainnya di lokasi penampungan sementara.
Sementara perwakilan PT PBR yang dipimpin oleh Aditya belum dapat memberikan jawaban dan meminta waktu untuk berkoordinasi dengan atasannya di kantor pusat Jakarta.
Ketua PBH Peradi, Rivai Kusumanegara yang turut dalam pertemuan tersebut, berharap PT PBR mengabulkan permintaan Duta Besar Myanmar yang bermaksud menyelamatkan 200 warga negaranya yang masih berada di Benjina. Demikian juga menyelesaikan hak-hak ABK Benjina yang bersifat normatif atau sesuai perundang-undangan.
"Bila ini diselesaikan tentunya akan menimbulkan simpati publik dan dapat meringankan kasus pidana atau perizinan yang dihadapi PT PBR. Namun sebaliknya, jika diabaikan maka dapat memberatkan kasus yang dihadapinya," ungkap Rivai, Senin (18/5/2015).
PBH Peradi, lanjut Rivai, memberi bantuan hukum secara cuma-cuma atau probono kepada korban perbudakan ABK Benjina atas permintaan tertulis dari International Organisation for Migration (IOM).
Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) kata dia, memiliki unit kerja yang mengorganisasi kewajiban setiap advokat untuk memberi bantuan hukum probono bagi kaum miskin, marjinal dan teraniaya.
"PBH Peradi siap bekerjasama dengan pemerintah, organisasi internasional atau lembaga manapun untuk mewujudkan akses keadilan bagi kaum yang terpinggirkan termasuk memerangi kejahatan perbudakan yang berdimensi kemiskinan dan kemanusiaan," pungkasnya.
(Risna Nur Rahayu)