JAKARTA - Enam orang Tenaga Kerja Indonesia (TKI) lolos dari eksekusi mati di Arab Saudi setelah melewati sembilan tahun masa persidangan. Kemarin keenamnya telah tiba di Indonesi dan hari ini Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI menyerahkan keenam orang itu kepada Pemerintah Kalimantan Selatan (Kalsel) yang diwakili Gubernur Kalsel Rudy Ariffin.
Kasus bermula dari pembunuhan yang berlangsung pada 2006. Lima orang Warga Negara Indonesia (WNI) tersebut terbukti terlibat dalam pembunuhan seorang warga Pakistan di tempat kerjanya. Mereka menyemen korban hidup-hidup. Sementara, seorang WNI lainnya dianggap sebagai fasilitator pembunuhan.
Lima orang pembunuh itu bernama Saiful Mubarok, Sam'ani Muhammad, Muhammad Mursyidi, Ahmad Zizi Hartati, dan Abdul Azis Supiyani. Lalu, sang fasilitator bernama Muhammad Daham Arifin.
"Pembunuhan dilakukan berkelompok dan terencana. Sang fasilitator tidak mengetahui pembunuhan tersebut. Dia hanya membeli semen sesuai perintah teman-temannya," kata Konsulat Jenderal (Konjen) RI di Jeddah, Dharmakirty Syailendra Putra kepada Okezone, Rabu (3/6/2015).
Pada 2009, Pengadilan Mekkah memutuskan qishash atau hukuman mati kepada lima orang yang terlibat pembunuhan dan hukuman penjara bagi sang fasilitator. Saat itu, keenam orang tersebut tidak mendapat pengampunan dari keluarga.
"Waktu itu, ibu korban tidak memberikan maaf," kata Dharmakirty dalam konferensi pers di Kemlu, Jakarta Pusat.
Pemerintah Indonesia kemudian terus melakukan pendekatan kepada keluarga korban. Pada 2012, keenamnya menjalani sidang banding.
Upaya dua generasi diplomat RI tersebut kemudian membuahkan hasil. Pada Januari 2014, keenamnya dinyatakan bebas setelah keluarga korban memberi pengampunan.
Direktur PWNI dan BHI, Lalu Muhammad Iqbal mengatakan, sepanjang 2015 Kemlu RI telah membebaskan 34 WNI yang terancam dieksekusi mati. Dia melanjutkan, 10 orang di antaranya ada di Arab Saudi, 12 orang di Malaysia, 10 orang di China, 1 orang di Brunei, dan 1 orang Thailand.
(Hendra Mujiraharja)