Ketika itu, Soeharto dituduh menggunakan perangkat militer untuk menjalankan penyelundupan. Achmad Jani dan Nasution ingin segera mengadilinya, hingga Gatot Soebroto turun tangan.
“Hukuman” Soeharto pun hanya dicopot jabatannya sebagai Pangdam Diponegoro dan “diasingkan” ke SSKAD (Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat).
Sementara di sisi lain, Achmad Jani jadi “anak emas” Soekarno. Sebutlah ketika Jenderal Abdoel Haris Nasution mengajukan nama-nama calon penggantinya sebagai Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Soekarno berulang kali menolak pencalonan Soeharto ketika diajukan Nasution.
Tapi ketika Nasution kembali dengan mencantumkan nama Achmad Jani, Soekarno langsung setuju. Achmad Jani jadi kesayangan Soekarno berkat keberhasilannya meredam gerakan separatis Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatera.
Bibit-bibit iri pun mulai timbul. Soeharto sebagai pribadi yang introvert (tertutup), tak pernah mau hadir dalam agenda “coffee morning” yang digelar para pejabat teras TNI AD yang tentunya, dihadiri pula oleh Letjen Achmad Jani.