JAKARTA - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mempertanyakan keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menunjuk Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Gatot Nurmantyo sebagai calon Panglima TNI.
"KontraS mempertanyakan keputusan Presiden Jokowi atas penunjukan calon Panglima TNI, Gatot Nurmantyo," kata Koordinator Badan Pekerja KontraS, Haris Azhar dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Sabtu (13/6/2015).
KontraS menganggap bahwa penunjukan Panglima TNI dari kesatuan Angkatan Darat (AD) akan mengganggu kebiasaan rotasi antarkesatuan. Saat ini sesuai kebiasaan adalah 'jatah' kesatuan Angkatan Udara (AU).
Ia mengakui bahwa betul tidak ada aturan dalam Undang-Undang TNI soal rotasi tersebut, dan menjadi kewenangan Presiden sejak zaman Presiden Abdurahman Wahid (Gus Dur) hingga Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Joko Widodo harus paham bahwa kebiasaan juga merupakan hukum yang berlaku secara tidak tertulis dan ada tujuan di balik kebiasaan tersebut dibuat," katanya.
Untuk itu, lanjut Haris, bila kebiasaan tersebut diputuskan untuk dihilangkan, maka harus dijelaskan apa tujuannya.
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengatakan, penunjukan Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Gatot Nurmantyo sebagai calon panglima TNI sudah dibicarakan sebelumnya dengan Presiden Joko Widodo.

"Pokoknya sudah diajukan ke DPR kita sudah bicara sebelumnya," kata JK usai membuka Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Kepegawaian di Jakarta, Rabu lalu.
JK menyebut, tidak ada aturan Undang-Undang terkait penggiliran jabatan panglima. Aturan menyatakan bahwa calon panglima pernah menjabat kepala staf dan menyandang bintang empat.
(Rizka Diputra)