JAKARTA - Presiden Indonesia Port Watch (IPW), Syaiful Hasan, mengaku prihatin maraknya kemunculan pengamat maritim pesanan.
Menurutnya, istilah tersebut tidak perlu ada sepanjang siapapun orang yang mengaku pengamat maritim berbicara berdasarkan fakta dan data, bukan asal ngomong apalagi ada tendensi tertentu.
“Semestinya dalam melontarkan pernyataan, siapapun harus tetap berpijak pada data dan fakta yang sebenarnya, tidak dipelintir hanya untuk membela kepentingan-kepentingan pihak tertentu,” ujar Syaiful di Jakarta, Minggu (12/7/2015).
Sebelumnya kata dia, ada pejabat Kementerian Perhubungan yang mengklarifikasi pernyataan seorang pengamat maritim karena menuding pemerintah tidak melakukan kebijakan apapun terkait dengan masih tingginya dwelling time di pelabuhan Tanjung Priok.
Selain itu, Kemenhub juga dituding tidak mendukung Jokowi dalam pengembangan infrastruktur di pelabuhan.
"Ini sangat ironis karena Menhub belum satu tahun menjabat, itu pun sudah banyak perbaikan yang dilakukan, sementara ada yang sudah beberapa tahun menjabat sebagai pimpinan di BUMN pelabuhan tetapi hasilnya masih nol besar," sindirnya.
Menurutnya, pengamat maritim itu juga menuduh Serikat Pekerja JICT (SPJICT) yang menolak privatisasi terminal peti kemas terbesar di Indonesia itu terjebak dalam nasionalisme sempit.
"Saya heran, pengamat maritim ini belajar di mana, sampai mengatakan dibutuhkan global operator untuk mendatangkan kapal. Kita semua tahu Priok itu destination port. Selama JICT memberikan pelayanan yang paling efisien, kapal akan antri datang ke JICT. Buktinya dermaga JICT selalu penuh sampai saat ini," bebernya.
Dia menambahkan, pernyataan-pernyataan yang bersifat tendensius pada akhirnya hanya memunculkan pro dan kontra yang tidak perlu. Apalagi jika pernyataanya tidak didukung kajian yang komprehensif berupa data-data faktual tentang materi yang dikomentarinya.
“IPW mengimbau siapapun orang berbicara harus berdasarkan data dan fakta, tidak melontarkan pernyataan yang pada gilirannya akan menjadi bumerang pada yang bersangkutan karena dianggap sebagai pengamat yang asbun (asal bunyi-red),” pungkasnya.
(Rizka Diputra)