JAKARTA – Pemerintah Rusia menegaskan akan tetap mem-veto atau menolak adanya pengadilan internasional mengenai penembakan pesawat Malaysia Airlines MH17 setahun yang lalu.
Pada Rabu 29 Juli 2015, Rusia melalui Duta Besarnya di PBB, Vitaly Churkin, menggunakan hak veto-nya untuk menggagalkan resolusi pembentukan persidangan yang diajukan oleh Belanda dengan dukungan Malaysia dan beberapa negara lainnya.
Wakil Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Alexander Shillin, menjelaskan bahwa sikap rusia itu diambil karena menganggap tidak ada landasan hukum dan preseden yang dapat digunakan untuk membenarkan pembentukan pengadilan internasional seperti yang diusulkan dalam resolusi tersebut.
Dia juga merasa pembentukan pengadilan itu dipenuhi bias dari pihak penyelidik yang sampai saat ini belum menyelesaikan penyelidikan mereka.
“Pada dasarnya, tidak ada preseden untuk mengadakan pengadilan semacam itu. Saya ingin megingatkan Anda pada saat pesawat sipil Rusia ditembak jatuh oleh Ukraina pada 2001, tidak ada pengadilan yang dibentuk. Jadi, kami percaya bahwa gagasan untuk mengadakan sebuah pengadilan internasional tidak memiliki landasan hukum dan preseden,” kata Wakil Dubes Shillin, saat bertemu Okezone, Senin, (3/8/2015).
Menurutnya, penyelidikan yang dilakukan penyelidik gabungan yang beranggotakan Belanda, Malaysia, Belgia, Australia, dan Ukraina saat ini masih jauh dari selesai, atau malah belum dimulai sama sekali. Dia menyatakan, jika pihak Belanda kembali mengajukan resolusi serupa, Rusia akan kembali menggunakan hak veto-nya untuk kembali mementahkan usulan tersebut.
Meski menolak adanya pengadilan, pihak Rusia menyatakan siap untuk membantu semaksmal mungkin dalam proses penyelidikan yang transparan dan tidak bias. Dilibatkan atau tidak, Rusia berjanji akan menyediakan bantuan yang diperlukan utuk mengungkap pelaku sebenarnya di balik tragedi Malaysia Airlines MH17.
Pesawat Malaysia Airlines MH17 yang melakukan perjalanan dari Amsterdam menuju Kuala Lumpur ditembak jatuh saat melintas di wilayah Donetsk Oblast, Ukraina pada 17 Juli 2014, menewaskan 298 orang termasuk 12 warga negara Indonesia.
Sampai saat ini, belum diketahui siapa pihak yang bertanggung jawab atas peristiwa ini. Tentara Ukraina, dan kelompok pemberontak pro-Rusia dicurigai sebagai pelaku penembakan.
(Hendra Mujiraharja)