Soebardjo yang memang bekerja sebagai penasehat di sana, membawa keduanya ke hadapan Maeda, di mana Soekarno-Hatta turut menanyakan kabar soal benar atau tidaknya Jepang sudah menyerah pada sekutu.
“Maeda saat itu mengiyakan, bahwa Jepang sudah kalah perang. Tapi soal janji kemerdekaan, karena Maeda tak berwenang, dia mengatakan sebaiknya ditanyakan pada perwira tertinggi angkatan Perang Jepang di Indonesia, Mayor Jenderal (Moichiro) Yamamoto,” urai kurator Museum Perumusan Naskah Proklamasi, Jaka Perbawa kepada Okezone.
Tapi Soekarno-Hatta sempat sedikit syok ketika datang ke rumah dinas Yamamoto, sang jenderal yang juga Gunseikan (Kepala Pemerintahan Militer) itu menyatakan situasi sudah berubah dan janji kemerdekaan dari Jepang tak bisa terlaksana.
Sejak saat itu dicetuskan langsung bahwa Indonesia secepatnya mesti menyatakan kemerdekaan di saat situasi vacuum of power, sebelum kedatangan sekutu. Kembali diputuskan Soebardjo, mereka harus merumuskan naskah proklamasi di tempat aman. Di mana lagi kalau bukan kembali ke rumah Maeda?
“Mereka tiba sekira jam 12 malam. Maeda mengizinkan Soekarno, Hatta dan Soebardjo untuk menjadikan rumahnya tempat persiapan kemerdekaan Indonesia. Saat itu juga sudah berkumpul sekira 50 orang. Di ruang makan inilah, naskah proklamasi dirumuskan setelah Maeda yang tak mau ikut campur, naik ke lantai atas,” tambahnya saat memperlihatkan ruang makan besar di bekas rumah Maeda itu.
Tak lama selepas mendapati kertas kecil dan seperangkat alat tulis sederhana, Soekarno menuliskan teks yang saat itu, masih disebut teks pernyataan kemerdekaan di atas meja makan, hasil pemikiran mereka bertiga.