Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Mirisnya Kehidupan Prajurit Media

Salman Mardira , Jurnalis-Sabtu, 19 September 2015 |06:05 WIB
Mirisnya Kehidupan Prajurit Media
foto: Salman Mardira/Okezone
A
A
A

Pengalaman pahit menimpa Alfian pertangahan tahun lalu. Dia sakit. Sebulan lebih terbaring di ranjang pesakitan, usai menjalani operasi pengangkatan batu empedu. Selama itu pula ia tak ada pemasukan. Biaya perawatan dan pengobatan yang hampir Rp30 juta, ditanggung bersama keluarganya. Tabungan pribadinya habis terkuras.

Sadar risiko kerjaannya tinggi, Alfian sudah berniat mendaftar secara mandiri ke BPJS. “Tapi pendapatan belum memungkinkan sekarang, harus dicukupi untuk makan dulu.”

Begitulah kehidupan Alfian. Walau keadilan belum berpihak, ia tetap setia pada profesinya. Dia masih lajang. Bagaimana kalau sudah berkeluarga, sementara pekerjaan ini belum memberi jaminan secara finansial dan sosial untuknya? “Ke depannya belum tau gimana,” ujar dia.

Nasib wartawan yang bekerja di Aceh, umumnya tak jauh dari kisah Alfian. Terlebih yang berstatus kontributor atau koresponden media nasional maupun luar negeri. Hidup mereka rata-rata masih dihargai rendah, hanya dari berita yang dihasilkan. Dipakai saat dibutuhkan, dilupakan ketika melarat.

“Enggak usah berharap lebih. Berita naik aja udah syukur,” kata Fitri, koresponden sebuah media radio swasta berpusat di Jakarta.

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement