Serupa Alfian, dia juga tak punya status kontrak dan pendapatan tetap. Jaminan sosial juga nihil. Dibayar Rp20 ribu per berita, Fitri pontong-panting menutupi biaya hidupnya. “Gajinya paling mentok Rp1,5 juta sebulan,” ujarnya. Artinya masih di bawah UMP Aceh.
Untuk menambah pemasukan, Fitri nyambi jadi pengajar di kampus swasta dan guru les rivat. Ia sudah dapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikan S2 di sebuah kampus ternama di Pulau Jawa. Sekalipun jurnalis tak menjamin masa depannya, ia belum berniat meninggalkan profesi ini.
Menjadi jurnalis panggilan jiwanya. Profesi yang membuka matanya tentang realitas sosial, dan hal-hal terjadi di masyarakat serta memungkinkannya mengaktualisasi diri setiap saat.
“Aku suka pekerjaan ini. Aku merintis cita-cita ini susah, dari masa kuliah aku udah coba masuk ke dunia jurnalistik,” tukasnya. (Bersambung)
(Risna Nur Rahayu)