JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai putusan praperadilan yang mengabulkan gugatan mantan Ketua Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Hadi Poernomo tidaklah tepat.
Lembaga antirasuah ini pun berharap Peninjauan Kembali (PK) putusan praperadilan itu dikabulkan Mahkamah Agung (MA).
"Harapan PK dikabulkan. Karena merasa putusan praperadilan kurang tepat, salah satunya putusan hakim yang dinilai ultrapetita," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (24/2/2016).
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memang mengabulkan gugatan atas penetapan tersangka Hadi yang dilakukan KPK. Dalam putusannya, Hakim Haswandi menyatakan bahwa penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan KPK terhadap Hadi batal demi hukum dan harus dihentikan.
Pasalnya, penyelidik dan penyidik KPK yang saat itu bertugas mengusut kasus mantan Direktur Jenderal Pajak ini sudah berhenti tetap dari kepolisian dan kejaksaan.
Namun, Priharsa mengatakan, pihaknya masih berkeyakinan ada dugaan korupsi dalam penerimaan seluruh permohonan keberatan wajib pajak atas surat ketetapan pajak nihil pajak penghasilan (SKPN PPh) BCA. Pun soal dua alat bukti untuk menjerat Hadi menjadi tersangka dalam kasus keberatan pajak ini.
"KPK masih berkeyakinan ada tindak pidana korupsi dalam kasus BCA dan terdapat alat bukti yang cukup untuk menetapkan Hadi Poernomo sebagai tersangka," tegasnya.
Dalam kasus ini, Hadi selaku Dirjen Pajak periode 2002-2004 diduga mengubah telaah Direktur Pajak Penghasilan mengenai keberatan SKPN PPh BCA.
Surat keberatan pajak penghasilan 1999-2003 itu diajukan BCA pada 17 Juli 2003 terkait non-performance loan (NPL atau kredit bermasalah) senilai Rp5,7 triliun kepada Direktur PPh Ditjen Pajak.
Setelah penelaahan, diterbitkan surat pengantar risalah keberatan dari Direktur PPh pada 13 Maret 2004 kepada Dirjen Pajak dengan kesimpulan bahwa permohonan keberatan wajib pajak BCA ditolak.
Namun, satu hari sebelum jatuh tempo untuk memberikan keputusan final BCA pada 18 Juli 2004, Hadi memerintahkan agar Direktur PPh mengubah kesimpulan, yaitu dari semula menyatakan menolak diganti menjadi menerima semua keberatan.
Hadi kemudian mengeluarkan surat keputusan Dirjen Pajak yang memutuskan untuk menerima semua keberatan wajib pajak sehingga tidak ada cukup waktu bagi Direktur PPh untuk memberikan tanggapan atas kesimpulan yang berbeda itu. Atas penerimaan keberatan itu, negara dirugikan senilai Rp375 miliar.
(Fiddy Anggriawan )