Perwakilan dari Departemen Lingkungan PTFI, Endang Budianto, mengatakan, peristiwa ini bukan pertama kali terjadi, dimana secara visual ini terjadi dari tahun ke tahun. Menjadi pemicu utama adalah cuaca yang merubah arus dan gelombang serta habitat dari ikan tersebut.
“Dari dua sampai tiga kali kami melakukan pemantauan visual, yang terlihat adalah ikan sarden. Ikan ini sering melakukan migrasi lintas samudera, termasuk di perairan Mimika. Karena terjadi pengaruh cuaca menyebabkan arus bawah dan atas, maka mengakibatkan plankton itu teraduk dan ikan-ikan ini mengejar,”jelasnya.
Dari Departemen Lingkungan PTFI, Romen Rifian, mengatakan, peristiwa matinya jutaan ikan didaerah Tipuka bukan hanya terjadi di Kabupaten Mimika, tetapi juga pernah terjadi di Negara Chili maupun Jepang. Pada Desember tahun lalu, juga terjadi di kawasan Ancol, Jakarta.
Namun, karena lokasi kejadian merupakan daerah dengan luasan yang sempit, sehingga pada saat plankton habis maka ikan-ikan tersebut banyak yang mati. “Ikan sarden ini tubuhnya memiliki kandungan lemak hampir 10 persen, sehingga saat mati, lemak tersebut akan menguap berubah menjadi minyak dan menutupi pergerakan O2 di dalam air yang mengakibatkan ikan sarden dan ikan-ikan atau hewan yang disekitarnya mati,”jelasnya.
Pada 2015 lalu, pihaknya pernah melakukan investigasi pada lokasi tersebut, dimana lokasi dari itu pada tahun lalu, juga pernah terjadi hal yang sama dan pihaknya menemukan banyak tulang ikan. “Tahun lalu kejadian juga pernah dan kami sudah melakukan pemeriksaan. Hasil dari pemeriksaan untuk keadaan air masih normal, baik PH, temperatur, dan lainnya,” katanya.
Pada 2016 ini, pihaknya masih melakukan penelitian terhadap kondisi yang ada, apabila dilihat dari kondisi arus air dan angin, maka pada Februari sampai April kondisinya berputar. Kondisi inilah yang menyebabkan plankton yang menjadi makanan ikan sarden tersebut, terbawa arus dan masuk ke lokasi kejadian.
“Plankton-plankton masuk ke dalam lokasi, maka secara otomatis ikan sarden yang mengkonsumsi juga ikut masuk ke dalam. Karena jumlahnya sangat banyak, maka ikan-ikan itu terjebak dan kehabisan O2,” katanya.
Dengan demikian pihaknya akan melakukan penelitian dengan membawa ikan dan air ke laboratorium untuk diperiksa. Namun untuk saat ini pihaknya belum bisa menyampaikan hasil dari pemeriksaan itu, sebab masih dilakukan proses pemeriksaan. “Kemungkinan hasil laboratorium dua sampai tiga minggu kedepan,” pungkasnya.
(Angkasa Yudhistira)