"Sejak bulan Februari kemarin itu, setelah ada pengumuman, seluruhnya pergi. Padahal saat itu sudah mulai sepi. Karena di mana-mana juga tutup," imbuhnya.
Perempuan berusia 64 tahun ini menuturkan, dari sekian banyak penghuni gang tersebut, hanya dirinya yang masih berada di tempat itu. Sebab, rumah petak yang ditempatinya itu merupakan miliknya.
Sementara, para ketua wisma lain sudah ngacir pergi ke luar daerah. Entah mencari lokalisasi lain atau kembali ke kampungnya.
"Di sini ada 42 kelompok wisma. Satu kelompok hanya dua sampai tiga orang cewek yang menempati. Dulu memang ramai, tapi setahun ini sudah mulai sepi. Apalagi setelah ada surat edaran penutupan itu," tuturnya.
Anik mengaku selama dua bulan ini, pemasukan yang didapatkan berkurang drastis. Bahkan cenderung nol. Sebab, warung mungilnya itu sudah tak lagi didatangi orang. Tidak ada lagi teriakan pesanan kopi yang akrab mampir di telinganya.
"Sekarang sudah tidak ada pemasukan sama sekali. Warungnya sudah saya tutup, karena tidak ada yang beli. Kalau dulu sehari masih bisa dapat uang sampai Rp300 ribu, tapi mau apa lagi, kondisinya memang seperti ini," ungkapnya.