Muslim Rohingya dikucilkan pada sektor pekerjaan tertentu. Untuk mendapat layanan kesehatan di rumah sakit pun mereka perlu mengurus dokumen perizinan khusus. Akibatnya, banyak perempuan hamil meninggal karena tertunda persalinannya dan angka kematian bayi di kalangan mereka juga begitu tinggi.
Menurut Zeid, tindakan pemerintah Myanmar tersebut jelas termasuk kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan internasional. Kejahatan jenis ini adalah pelanggaran serius, yang bahkan dilakukan secara meluas dan sistematis.
Sedikitnya 120 ribu pengungsi Rohingya masih tinggal seadanya di kemah-kemah penampungan kumuh, peninggalan dari bentrokan besar antara umat Buddha dan Muslim yang pecah di Rakhine pada 2012. Ribuan orang telah melarikan diri dari penganiayaan dan kemiskinan tanpa akhir di sana.
“Dan pemerintahan baru (yang dipimpin kaki tangan Suu Kyi) kini tetap saja mewarisi situasi, di mana undang-undang dan kebijakan yang dirancang menolak hak-hak dasar kaum minoritas dan ada indikasi impunitas atas pelanggaran serius terhadap masyarakat dan mendorong kekerasan terhadap mereka berlanjut,” tandas Zeid.
Saat Menlu AS John Kerry mengunjunginya bulan lalu, Suu Kyi pun paham situasi ini dan meminta dunia mengerti butuh waktu dan ruang yang cukup bagi mereka menangani isu tersebut. Untuk meredakan ketegangan itulah, ia berharap penggunaan istilah yang menyulut amarah dihindari untuk sementara waktu.
(Silviana Dharma)