JAKARTA - Pengawasan terhadap aset keuangan pejabat daerah tak pernah dilakukan secara akuntabel dan transparan, bahkan pengawasan itu tampaknya hanya sebatas formalitas. Alhasil, 10 pejabat kepala daerah dilaporkan memiliki rekening gendut.
"KPK selama ini selalu membangun akuntabilitas mengenai aset yang dimiliki oleh kepala daerah tetapi itu pada diawalnya saja para pejabat laporan, kemudian tidak dilakukan investigasi lebih dalam mengenai aset yang dimilikinya, hanya sebatas formalitas saja," sindir Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi (Fitra), Yenny Sucipto saat dihubungi Okezone, Minggu (11/9/2016).
Guna meminimalisir adanya temuan rekening gendut yang dimiliki pejabat daerah maupun negara, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu melakukan investigasi paling tidak setiap enam bulan sekali. Selama ini, yang dilakukan lembaga antirasuah itu hanya menerima laporan keuangan pejabat hanya diawal karier saja, selanjutnya justru lepas kontrol begitu saja.
"Yang belum dilakukan KPK adalah melakukan evaluasi dalam artian mengenai peningkatan maupun penurunan aset yang dimiliki kepala daerah tersebut, evaluasi itu seharusnya dilakukan per semester untuk menjalankan fungsi kontrol dalam pengelolaan keuangan negara," tutur dia.
Adapun tugas penyelidikan aset keuangan pejabat tidak hanya tugas KPK namun juga tugas Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dengan tujuan membangun akuntabilitas baik secara vertikal maupun horizontal.
Sebab, banyak sumber yang membuat aset keuangan seorang pejabat bisa naik sedemikian drastisnya, yakni bisa karena menerima warisan atau mungkin 'mencuri' dari APBD.
"Karena kepala aderah sekarang ini kan banyak menyampaikan hal-hal di luar aturan yang ada, terutama mengenai persoalan mengenai perizinan dan sebagainya yang berpotensi merugikan negara, hal-hal itu yang bisa dimanfaatkan kepala daerah," ujarnya.
"KPK harus melakukan investigasi lebih mendalam sehingga tidak stuck di formalitas penyampaian aset saja. Paling tidak secara berkala dilakukan evaluasi terhadap pemilikan aset. Kalau itu dilakukan investigasi lebih dalam atau pembuktian benar atau tidaknya aset tersebut dimiliki kepala daerah apakah kemudian ternyata aset tersebut bukan milik kepala daerah atau bisa saja aset tersebut lebih dari apa yang disampaikan ke KPK," tutupnya.
(Arief Setyadi )