MANILA – Presiden Filipina Rodrigo Duterte dikenal sebagai tokoh kontroversial berwatak keras. Meski begitu, tetap saja publik gempar saat pria berjuluk Digong itu dituduh menghabisi penjabat pemerintah secara langsung.
Tudingan itu datang dari seorang mantan pasukan kematian, Davao Death Squad, yang bekerja dengannya saat Duterte menjabat sebagai Wali Kota Davao. Pria bernama Edgar Matobato itu mengatakan, dia dan kelompoknya telah menghabisi sedikitnya 1.000 orang dalam kurun waktu 25 tahun atas perintah Duterte.
Menurut pengakuan pria berusia 57 tahun itu, para korban dibunuh dengan cara dicekik, dibakar, dipotong-potong dan kemudian dikuburkan di sebuah tempat penggalian milik salah satu anggota pasukan kematian. Bahkan, di antara mereka ada yang dibuang ke laut dan diumpankan hidup-hidup kepada buaya.
Dalam kesaksian yang disampaikan kepada Senat, Matobato juga mengatakan Duterte turun tangan langsung menghabisi salah satu korbannya, seorang agen dari Biro Investigasi Nasional Filipina pada 1993. Saat itu, pasukan kematian terlibat tembak-menembak setelah berselisih dengan petugas dari departemen kehakiman yang memblokir jalan. Menurut keterangan Matobato, Duterte tiba di lokasi kejadian setelah insiden itu berakhir.
“Wali Kota Duterte adalah orang yang menghabisinya. Jamisola (petugas departemen kehakiman) itu masih hidup saat Duterte tiba. Dia mengosongkan dua magasin Uzi ke tubuh korban,” kata Matobato sebagaimana dilansir dari Channel News Asia, Jumat (16/9/2016). Uzi adalah jenis senapan mesin ringan buatan Israel yang banyak digunakan militer dunia.
Senat Filipina tengah melakukan penyelidikan atas pembunuhan di luar hukum yang dilakukan dalam pemberantasan kejahatan dan narkotika yang dilakukan Duterte selama menjabat. Laporan dari kepolisian menyebutkan sedikitnya 3.000 orang telah tewas dalam 72 hari Duterte bertindak sebagai presiden.
Sebelumnya, Matobato juga menuduh Duterte telah memerintahkan pengeboman masjid sebagai pembalasan atas serangan di Katedral Davao pada 1993. Namun, seperti juga tuduhan pembunuhan, Matobato tidak memberikan bukti atas pernyataannya itu.
Duterte sendiri mengakui dirinya pernah terlibat dengan pasukan kematian selama menjabat sebagai Wali Kota Davao. Pasukan kematian Duterte yang terdiri dari polisi dan mantan gerilyawan komunis Filipina tersebut bertugas untuk membunuhi para pelaku kriminal, pemerkosa, pengedar obat-obatan, dan penculik.
Juru bicara presiden Ernesto Arnabella dan Maretin Andanar mengungkapkan keraguan mereka atas keterangan yang diberikan Matobato karena kurangnya bukti. Menurut mereka, tuduhan ini perlu diselidiki lagi secara lebih teliti.
“Apa pun kesaksian, pernyataan yang dikatakan ketua (komite Senat), kami akan melakukan penyelidikan yang benar untuk itu,” kata Ernesto.
(Rahman Asmardika)