CIREBON – Wajah Supardi (34) kusut. Warga Blok Karangjati, Desa Kalisapu, Kecamatan Gunungjati, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat itu, trauma mengingat aksi perompakan kapal tanker FV Naham 3 yang menimpanya pada 26 Maret 2012.
Bersama 28 anak buah kapal (ABK) lainnya, Supardi saat itu berlayar di laut lepas. Namun, pada tengah malam kapal mereka dibajak para perompak Somalia. Mereka kemudian disandera selama 4,7 tahun dan baru dibebaskan pada Oktober 2016.
Beberapa orang tewas dalam penyanderaan itu. Supardi selamat, namun ia masih sedih karena sahabatnya merenggang nyawa ditangan perompak.
Supardi pun berkisah sesaat sebelum perompakan terjadi, ia dan 28 ABK lainnya dari Indonesia, China, Filipina, Kamboja, Vietnam, dan Taiwan, hendak beristirahat karena jam sudah menunjuk pukul 02.00.
Tiba-tiba datang sekelompok perompak bersenjata api dan menebak ke arah kapal mereka. Kapten kapal tewas diterjang peluru.
"Saya tidak tahu pasti tiba-tiba datanglah pembajak itu yang langsung menyerang kami. Mereka meletuskan tembakan dengan membabi buta, nahasnya kapten kapal kami Cung Hui To asal Taiwan tertembak dan tewas," kata Supardi beberapa waktu lalu.
Melihat kapten kapal tertembak, seluruh ABK ketakutan. Apalagi para perompak sudah berhasil menguasai kapal. Tak ada yang bisa diminta tolong, karena posisi kapal saat itu sedang di laut lepas. Para ABK lalu dibawa ke bibir pantai Somalia dan diperiksa perompak.
"Yang ada di Kapal FV Naham 3 sebanyak 29 orang dari enam negara, di antaranya tiga orang dari Vietnam, lima orang dari Filipina, 10 orang dari China, empat orang dari Kamboja, lima orang dari Indonesia, dan dua orang dari Taiwan," paparnya.
Warga Taiwan usai disanera perompak Somalia (foto EPA)
Ke 28 ABK tersebut kemudian disandera, bertahan hidup di atas kapal selama 1,5 tahun. Untungnya kapal yang mereka tumpangi baru saja mendapatkan suplay logistik untuk jangka waktu setahun.
(Baca juga: Selama Disandera Perompak Somalia, WN Taiwan Terpaksa Makan Kalajengking)
"Para perompak itu berjumlah 28 orang, mereka menahan kami untuk meminta tebusan kepada perusahaan kami sebesar 20 dolar Amerika dan semua barang-barang kami dibuang," kata dia.
Setahun lebih tidak ada kejelasan kapan para ABK itu bisa pulang ke Tanah Air mereka. Suatu ketika, kapal yang ditumpanginya itu terseret ombak dan terdampar, para ABK kemudian dibawa ke suatu tempat layaknya hutan belantara. Jaraknya empat hingga lima jam dari pantai Somalia.
"Di hutan itu kami hampir menghabiskan waktu sekira empat tahun tujuh bulan,” ujar Supardi.
Saat itulah penderitaannya makin berlipat. Mereka hanya diberikan makanan berupa tepung terigu yang sudah dicampur air pada sore harinya dan baru dimasak dan dimakan pada pagi besoknya.
“Kami harus makan, kondisi tepung itu sudah busuk, bau apek dan banyak ulatnya, lalu untuk sore harinya kami diberikan nasi dan kacang merah, sehari kami diberikan makan dua kali," tuturnya.