Advertisement
Advertisement
Advertisement
INFOGRAFIS INDEKS
Advertisement

Pengamat: PBB Harus Investigasi Kemungkinan Genosida Rohingya di Rakhine

Emirald Julio , Jurnalis-Senin, 21 November 2016 |01:11 WIB
Pengamat: PBB Harus Investigasi Kemungkinan Genosida Rohingya di Rakhine
Foto warga Rohingya yang berdiri di lokasi yang hangus terbakar akibat serbuan tentara Myanmar (Foto: Reuters)
A
A
A

MAUNGDAW – Kekhawatiran saat ini menyelimuti komunitas internasional akibat meningkatnya kekerasan di Negara Bagian Rakhine, Myanmar usai serangkaian penggerebekan yang dilakukan tentara di desa-desa yang dihuni oleh warga Rohingya. Hal ini membuat pengamat politik internasional Arya Sandhiyuda membuka suara.

“Harus ada investigasi oleh PBB untuk melihat ke lapangan, tidak hanya hancurnya 430 bangunan di tiga desa utama Rakhine, tapi juga terhadap korban jiwa. Sangat mungkin masuk kategori pembantaian etnik secara massal,” tutur Arya melalui pesan yang diterima Okezone.

Media setempat mengklaim pasukan keamanan Myanmar berhasil menewaskan 69 warga Rohingya yang disebut menyerang terlebih dahulu. Bahkan di distrik Maungdaw Utara, Rakhine antara 22 Oktober hingga 10 November, Tentara Myanmar diduga melakukan represi hingga pembantaian warga Rohingya dan pembakaran desa. Pemerintah Myanmar berkilah mereka mengincar warga Rohingya dengan mengatakan operasi di Rakhine dilakukan untuk mengejar para “teroris”.

Namun, Human Right Watch (HRW) memantau terdapat kerusakan parah di tiga desa yang berada di wilayah Rakhine yang dilancarkan oleh pasukan keamanan Myanmar. Bahkan terdapat dugaan operasi ini memang bertujuan untuk membantai para warga Rohingya. Dugaan ini didukung gambar satelit yang tidak hanya mengonfirmasi luasnya kerusakan di desa-desa utama, namun juga mayat-mayat warga Rohingya yang bergelimpangan

Arya yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif MaCDIS (Madani Center for Development and International Studies), berpendapat dasar konflik berkepanjangan di Myanmar disebabkan oleh negara tersebut tidak mengakui Rohingya sebagai warga etnik Myanmar. "Ketegangan antara otoritas Myanmar dan masyarakat etnis Rohingya, berakar dari represi dan diskriminasi pemerintah terhadap warga etnik Rohingya. Isolasionisme Myanmar masih ekstrim, yang etnik Rohingya masih tidak diberlakukan setara sebagai warga Myanmar," ujar Arya.

Menurut Doktor di Bidang Hubungan Internasional itu, tragedi Rohingya merupakan ini tragedi kemanusiaan terbesar dekade ini, "Mereka didiskriminasi sebagai warga negara, padahal telah tinggal di Myanmar selama beberapa generasi. Sampai sebagiannya bertaruh nyawa untuk kabur berlayar, daripada dibantai di Myanmar,” tambah Arya.

(Emirald Julio)

      
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita news lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement