Pakarta mengatakan, awalnya Senin 22 November 2016, korban berangkat ke sekolah dan saat tiba di sekolah seluruh siswa langsung diimunisasi. Setelah pulang ke rumah, tangan bekas disuntik membiru dan badan korban mengalami panas tinggi.
Lalu orangtua korban memberi obat warung kepada korban dan saat itu kondisi demamnya turun. "Kami tidak tahu kalau korban sudah diimunisasi karena tidak diberitahu pihak sekolah. Keluarga mengira korban sakit demam biasa, sehingga dikasih obat warung," ucapnya.
Kemudian Rabu, 23 November 2016, kondisi korban mengalami panas tinggi, dan pegal linu pada seluruh persendian badannya. Kemudian korban kembali diberi obat warung dan kondisi panasnya turun, namun esok harinya dia (korban) mengalami kejang-kejang.
Kemudian pihak keluarga membawa korban ke RS Karya Husada, tetapi di perjalanan nyawa korban tidak tertolong. Pakarta menjelaskan, pihak keluarga tidak akan menuntut siapapun dan sudah merelakan meninggalnya korban.
Namun pihaknya menginginkan sekolah untuk dapat menjelaskan proses imunisasi yang dilakukan. "Akibat meninggalnya korban, pihak orangtua akan melakukan jalur kekeluargaan. Korban tidak akan dilakukan autopsi dan langsung dimakamkan oleh pihak keluarga," jelasnya.