Kedua, menurunkan ancaman pidana pencemaran nama baik dari paling lama 6 tahun menjadi 4 tahun dan denda dari Rp 1 miliar menjadi Rp 750 juta. Selain itu, menurunkan ancaman pidana ancaman kekerasan dan atau menakut-nakuti pada Pasal 29 dari paling lama 12 tahun penjara menjadi 4 tahun serta denda dari Rp 2 miliar menjadi Rp 750 juta.
Ketiga, melaksanakan putusan Mahkamah Konstitusi atas Pasal 31 ayat (4) yang mengamanatkan pengaturan tata cara intersepsi ke dalam undang-undang. Selain itu, menambahkan penjelasan Pasal 5 untuk mempertegas keberadaan informasi elektronik sebagai alat bukti hukum yang sah.
Keempat, melakukan sinkronisasi ketentuan hukum acara dalam Pasal 43 ayat (3) dan ayat (6) dengan ketentuan hukum acara pada KUHAP, yakni penggeledahan dan/atau penyitaan dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana. Selain itu, penangkapan dan/atau penahanan yang semula harus meminta penetapan Ketua Pengadilan Negeri setempat dalam waktu 1 x 24 jam, disesuaikan kembali dengan ketentuan KUHAP.
Kelima, memperkuat peran penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) UU ITE pada Pasal 43 ayat (5), dengan menambahkan kewenangan untuk memutuskan akses terkait tindak pidana teknologi informasi dan kewenangan meminta informasi dari penyelenggara sistem elektronik terkait tindak pidana teknologi informasi.
Keenam, menambahkan ketentuan atau kewajiban menghapus konten yang tidak relevan bagi penyelenggara sistem elektronik sebagai jaminan pemenuhan atas perlindungan data pribadi. Pelaksanaan ketentuan ini dilakukan atas permintaan orang yang bersangkutan berdasarkan penetapan pengadilan.