NUSA DUA – Menteri Luar Negeri (Menlu) Indonesia, Retno LP Marsudi, menutup hari pertama Bali Democracy Forum IX dengan melakukan maraton 14 pertemuan bilateral. Secara garis besar, konsistensi Indonesia menyelenggarakan BDF dengan tema berbeda diapresiasi dalam pertemuan bilateral tersebut.
Tema ‘Religion, Democracy, and Pluralism’ yang diusung Bali Democracy Forum IX dinilai sangat pas dengan situasi yang dihadapi dunia saat ini. Para delegasi tersebut berharap kepemimpinan atau peran Indonesia untuk menguatkan dan meningkatkan demokrasi tetap dipertahankan.
Pertemuan bilateral pertama dilakukan Menlu Retno dengan Wakil Menteri Luar Negeri Jepang, Kiyoshi Odawara. Dalam pertemuan tersebut dibahas rencana kunjungan Perdana Menteri (PM) Shinzo Abe ke Indonesia pada Januari 2017. Rencana pertemuan tersebut masih terhambat dengan kecocokan jadwal kedua pemimpin, yakni Presiden Joko Widodo dan PM Shinzo Abe. Selain itu, dibahas juga mengenai kerja sama perdagangan dan investasi dengan Jepang.
Pertemuan kedua dilakukan oleh Menlu Retno dengan Direktur Jenderal Melanesia Spearhead Group (MSG), Amena Yauvoli, dengan agenda pembahasan kerja sama ekonomi serta peningkatan capacity building dengan negara-negara Pasifik Selatan. MSG sangat berharap Indonesia terus berkontribusi dalam kedua bidang kerja sama tersebut.
Tanpa jeda, Menlu Retno langsung melakukan pertemuan dengan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Parlemen Singapura, Amrin Amin. “Kami flash back mengenai kunjungan PM Lee Hsien Loong ke Semarang dan Kendal beberapa waktu lalu. Saya menyampaikan bahwa kawasan industri Kendal kini menjadi ikon baru kerja sama kedua negara. Selain itu, kita mengulang komitmen mengenai kerja sama kontra terorisme,” tutur Menlu Retno kepada awak media, Kamis (8/12/2016).
Menlu Nepal, Prakash Sharan Mahat, sudah menanti di giliran berikutnya. Keduanya membahas pembentukan mekanisme joint commission karena belum ada Kedutaan Besar Indonesia di Nepal. Disampaikan Menlu Retno, kedua negara bersepakat untuk meningkatkan kerja sama di bidang perkeretaapian dan industri strategis. Indonesia dan Nepal sama-sama negara terbesar kontributor pasukan perdamaian PBB sehingga kerja sama penyebaran alat utama sistem pertahanan (alutsista) cukup potensial, terutama bagi PT Pindad.