“Prestasi” pertamanya sebagai salah satu perwira tentara republik, adalah sanggup mengklaim sejumlah senjata Jepang setelah melakukan pelucutan tanpa pertumpahan darah di Banyumas. Pelucutan “damai” yang termasuk jumlahnya sedikit jika dibandingkan dengan beberapa tempat lain dengan cara kekerasan.
Namanya kian meroket pasca-Pertempuran Ambarawa 12-15 Desember 1945. Kendati dididik di kemiliteran PETA bentukan Jepang, Pak Dirman tak serta-merta selalu menggunakan taktik Jepang.
Dalam Pertempuran Ambarawa menghajar Inggris, Pak Dirman mengombinasikan taktik modern dengan taktik klasik Kerajaan Majapahit. Jadilah dia menggagas taktik “Supit Urang”. Taktik menekan, menjepit dan menggempur lawan dengan serentak dari berbagai sektor.
Namun sayangnya panglima muda yang kita cintai ini tak berumur panjang. Penyakit TBC yang dideritanya tak kunjung pulih dan terus menderanya saat bergerilya. Pak Dirman akhirnya tutup usia pada 29 Januari 1950, atau lima hari setelah genap berulang tahun di usia 34.
(Randy Wirayudha)