BRUSSELS – Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) berusaha meyakinkan Rusia bahwa pengarahan pasukan blok militer itu ke Polandia dan wilayah Baltik tahun depan bersifat defensif. Dalam pertemuan langka dengan pejabat Moskow, utusan NATO berupaya meredakan ketegangan yang telah berlangsung lama antara kedua belah pihak.
Sepanjang 2016, hubungan Rusia dan NATO terus memanas menyusul berbagai konflik, terutama terkait krisis di Ukraina, yang menempatkan kedua pihak di sisi yang berlawanan. Dalam situasi tersebut, peningkatan kekuatan militer NATO di perbatasan Negeri Beruang Merah mendapat perhatian serius dari Kremlin.
Di tengah situasi tersebut, ditambah dengan keterlibatan Rusia dalam krisis kemanusiaan di Aleppo, Suriah, Forum Rusia-NATO kembali menghelat rapat. Ini adalah kali ketiga sepanjang 2016 para duta besar dan diplomat dari kedua pihak berbincang serius. Sekutu NATO, terutama Jerman mendesak diadakannya pertemuan dengan pejabat Rusia untuk menjelaskan mengapa mereka mengirimkan 4.000 pasukan ke negara-negara bekas Uni Soviet pada awal 2017.
“Kami berharap terjadi diskusi yang jujur mengenai situasi keamanan di Eropa, termasuk konsekuensi peningkatan kekuatan NATO di sayap timur,” kata Duta Besar Rusia untuk NATO, Alexander Grushko sebagaimana dilansir Reuters, Senin (19/12/2016).
Dalam pembelaannya, NATO mengatakan, penempatan empat batalion pasukan NATO yang didukung pasukan Amerika Serikat (AS) itu hanyalah sebuah tindakan defensif. Menurut NATO langkah itu sangatlah beralasan, mengingat terjadinya aneksasi Krimea oleh Rusia pada 2014.
Pemerintah NATO juga mengatakan, pengerahan 4.000 pasukan itu adalah jumlah yang kecil dibandingkan 330 ribu pasukan Rusia yang diyakini NATO dikerahkan ke sayap barat dekat Moskow sejak Mei 2016.
“Keseluruhan ide penguatan kembali pasukan adalah untuk mencegah terjadinya konflik,” kata Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg awal bulan ini. “Langkah itu untuk mengirimkan pesan yang jelas, sebagai pencegahan,” ujarnya.
(Rahman Asmardika)