LONDON - Proses resmi keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit) segera dimulai. Meski demikian, Perdana Menteri (PM) Inggris Theresa May nampaknya tidak melupakan nasib para pengungsi di negaranya.
Hari ini May dijadwalkan menyampaikan sikap Inggris untuk terus membantu krisis migran di Eropa meski sudah resmi keluar dari unifikasi. Ia memiliki agenda pembicaraan bilateral dengan beberapa pemimpin negara-negara Uni Eropa di Malta. ITV, Jumat (3/2/2017) menyebut, May menginginkan hubungan yang 'baru, positif dan konstruktif' dengan Uni Eropa seraya tetap menjadi mitra yang dapat diandalkan pasca-Brexit.
Pertemuan di Ibu Kota Malta, Valetta, tersebut akan menjadi kesempatan pertama May untuk mendiskusikan Brexit secara privat setelah ia menyampaikan proposal resmi dan Parlemen Inggris mulai mempertimbangkan boleh tidaknya May memulai pelaksanaan Pasal 50. Fokus utama pertemuan itu adalah perhitungan untuk menangani krisis migran di kawasan Mediterania.
Dalam pernyataan resminya, Kantor Pemerintahan PM Inggris, Downing Street, melaporkan, May terlibat dalam isu tersebut sejak menjabat sebagai menteri dalam negeri. May menegaskan, isu pengungsi akan tetap mendapat perhatian besar dirinya.
"Selama diskusi, PM May akan menekankan bahwa migrasi telah menjadi prioritas politiknya selama di pemerintahan - dan akan terus begitu," ujar seorang juru bicara.